Catatan perjalanan investigator Kanopi Hijau Indonesia

Yusman  Nilu tersenyum menyambut kedatangan kami. Sore itu dia bertelanjang dada, alasannya karena udara sedang panas. pertemuan ini merupakan yang ketiga kalinya dengan Kepala Desa Pondok Bakil tersebut

Desa Pondok Bakil, Kecamatan Ulok Kupai, Kabupaten Bengkulu Utara. Dicapai dengan cara melalui area pertambangan PT Injatama. Jalan negara yang dahulunya merupakan jalan utama menuju desa tersebut telah hilang dimakan tambang. Sepanjang perjalanan menuju desa itu, kami disambut pemandangan lubang tambang, stock file batu bara dan disposal yang penuh debu.

Kami juga menyaksikan lubang tambang batu bara tepat  berada disamping Sungai  Ketahun. Ditemukan juga lubang antara lubang tambang yang dipastikan digunakan untuk mengalirkan air dari lubang tambang ke sungai ketahun.

Yusmanilu bersama dengan warga pondok bakil lainnya yang berjumlah tidak kurang dari 700 jiwa, hidup dengan jarak tidak lebih dari 200 meter dari lubang tambang batu bara tersebut.

Runtuhnya Fungsi Ekologis Irigasi Air Budi  dan  Air Terap.

Sembari minum kopi Yusman Nilu tiba-tiba menunjukan surat perjanjian antara warga dengan PT Injatama tentang tanggungjawab perusahaan yang telah menyebabkan irigasi sungai Budi dan sungai Terap Tidak dapat berfungsi dengan baik.

Surat perjanjian ini diperoleh setelah warga melakukan demonstrasi menuntut perusahaan untuk bertanggungjawab akibat aktivitas pertambangan yang mereka lakukan, warga Desa Pondok Bakil, Talang Berantai, Gunung Payung dan Sumber Mulya. Mereka beramai-ramai mendatangi perusahaan dengan tujuan meminta tanggungjawab perusahaan atas hancurnya fungsi irigasi sawah mereka.

“Sawah-sawah itu hancur karena saluran irigasinya  tertutup oleh galian tambang batu bara PT Injatama” katanya lirih.

Atas desakan petani tersebut, pada tanggal 12 juli 2011 tepatnya sehari setelah aksi, terjadi dialog antara perusahaan dan petani yang disaksikan oleh wakil pemerintah seperti tentara, polisi  kepala desa dan beberapa perwakilan lainnya.

Dialog ini sendiri pada akhirnya menghasilkan satu kesepakan yang dituangkan dalam berita acara “ perjanjian PT Injatama terhadap petani sawah Tanjung Budi yang berlokasi di Gunung Payung” menghasilkan perjanjian yang dituangkan dalam berita acara dengan kesepakatan sebagai berikut:

  1. PT Injatama segera mengembalikan atau mengganti lima sungai yang sudah tertimbun dengan cara memasukkan air mupal ke irigasi sawah dan memperbaiki irigasi yang rusak.
  2. PT Injatama harus mengganti tanah warga yang terkena dampak atas eksploitasi PT Injatama dengan harga sesuai negosiasi antara kedua belah pihak secepatnya.
  3. PT Injatama  harus mengantisipasi dampak kedepan nya terutama limbah yang bisa merugikan masyarakat.
  4. PT Injatama harus membuat tanggul perbatassan antara lahan operasi PT Injatama dan lahan warga minimal 300 meter dari tanggul.
  5. Apabila PT Injatama tidak mengakomodir tuntutan ini PT Injtama harus bersedia di tuntut secara hukum. 

Akan tetapi semua perjanjian ini diingkari oleh PT Injatama.

PT Injatama hanya memberikan kompensasi kepada petani yang sawah nya gagal panen akibat dari tertimbunnya saluran irigasi air budi dan air terap, pemberian kompensasi ini  juga tidak merata dan hanya diberikan waktu tahun 2011 saja tuturnya.

Delapan  tahun berjalan, sejak perjanjian itu ditandatangani, PT Injatatama telah mengeruk dan menjual batubara  tidak kurang dari 500,000 ton  pertahunnya. Nah, apabila dikalikan delapan tahun produksi aktif maka hasilnya sekitar  4 juta ton. 

Dengan hasil bumi yang begitu banyak selayaknya desa Pondok Bakil menjadi desa yang makmur tapi pada kenyataannya puluhan hektar lahan persawahan masyarakat di sana, dari awal PT Injatama beroperasi sampai kini sawah-sawah mereka tidak bisa di garap lagi padahal lahan  tersebut tempat mereka  menggantungkan penghidupanya.

Sementara petani masih menunggu realisasi janji 12 juli 2011. Beberapa upaya yang sudah dilakukan oleh beberapa tokoh masyarakat kandas dijalan. Tidak diketahui dengan jelas mengapa perjuangan para tokoh tersebut gagal. Akan tetapi kegagalan ini juga memunculkan spekulasi bahwa beberapa tokoh tersebut sudah “dibeli” oleh perusahaan.

Yusmanilu juga mengatakan bahwa sejak menjadi pengganti kepala desa terdahulu, dia pernah mencoba menghubungi pimpinan PT Injatama untuk mempertanyakan implementasi perjanjian tersebut. Namun jawaban perusahaan sungguh menyakitkan. Yusman Nilu dinyatakan tidak berhak untuk mempertanyakan hal tersebut. dan yang lebih menyakitkan lagi Yusma Nilu dinyatakan ingin meminta uang karena mempertanyakan kasus ini.