Kanopi – Belasan ibu-ibu duduk berdesakan di rumah mungil Mak Adam di Kelurahan Teluk Sepang, sudut Kota Bengkulu. Undangan diskusi dan berbuka puasa bersama teman-teman dari Yayasan Kanopi membuat mereka bersemangat hadir di rumah rekan seperjuangannya, sesama pekerja memilah batu bara di area “stockpile” Pelabuhan Pulau Baai itu.
Setengah tahun terakhir, Kanopi membangun pertemanan dengan para pekerja perempuan ini. Ketidaklengkapan alat bekerja, terutama alat pelindung diri (APD) yang merupakan hak pekerja melatarbelakangi advokasi yang dilakukan Kanopi.
Apalagi para ibu rumah tangga yang memiliki peran ganda sebagai penambah pendapatan bagi keluarganya ini bekerja di tengah tumpukan batu bara. Bila tidak memakai alat pelindung diri yang memadai, mereka rentan terkena penyakit paru-paru hitam akibat menghirup debu batu bara dalam jangka waktu lama.
Awal advokasi dilakukan dengan menggalang dana publik lewat laman kitabisa.com dan berhasil mengumpulkan dana sebesar Rp5 juta untuk membeli masker yang berstandar nasional bagi seratusan pekerja perempuan di area stokcpile Pulau Baai. Para pekerja awalnya segan bahkan cenderung takut menerima masker tersebut, namun dengan pendekatan yang baik, mereka mulai menerima dan memakai masker.
Pengakuan beberapa pekerja, masker yang dibagikan oleh Kanopi sangat membantu mereka menghindari debu yang biasanya memenuhi hidung dan muka sebab selama ini mereka menggunakan masker kain atau mire masker pengendara sepeda motor. Dengan masker standar yang dibagikan relawan Kanopi, para pekerja mulai beradaptasi dan mengharapkan alat pelindung diri tersebut disediakan secara berkelanjutan oleh perusahaan.
Untuk mendesak perusahaan menyediakan alat pelindung diri yang standar, Kanopi mendesak Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi Bengkulu dan Gubernur Bengkulu untuk menerbitkan edaran yang mengharuskan perusahaan menyediakan alat pelindung diri standar. Desakan ini sudah dijawab oleh Gubernur Bengkulu dengan menerbitkan surat edaran nomor nomor 560 tahun 2018 tentang pelaksanaan norma ketenagakerjaan di mana salah satu poinnya adalah mewajibkan perusahaan menyediakan alat pelindung diri.
Selain alat pelindung diri, Kanopi juga menyoroti upah yang diterima para pekerja perempuan yang awalnya hanya Rp45-50 rib per hari. Dari sejumlah perusahaan pemilik “stockpile” hanya satu perusahaan yang memberikan gaji Rp70 ribu per hari.
Dari hasil diskusi bersama menjelang berbuka puasa di rumah Mak Adam, para pekerja menyampaikan kabar gembira bahwa upah mereka saat ini sudah merata di seluruh perusahaan stockpile yaitu Rp72 ribu per hari. Namun, terkait alat pelindung diri, baru satu perusahaan yang menyediakan secara lengkap, sedangkan lainnya masih mengabaikan surat edaran Gubernur.