Materi “briefing paper” yang disampaikan kepada Gubernur Bengkulu pada Senin, 11 September 2017.
PENDAHULUAN:
Turunnya kualitas lingkungan sebagai akibat model ekploitasi yang bersandar hanya kepada orientasi untung semata telah nyata hasilnya. Propinsi Bengkulu dengan topografi yang curam, berhadapan dengan Samudera yang ganas memerlukan perlakuan yang spesifik dalam pengelolaannya. Kenyataan ini seharusnya menjadi pertimbangan utama dari dari setiap rencana tindak yang dilakukan.
Aktivitas pertambangan batubara dalam perjalannya menjadi salah satu jenis usaha yang dipandang akan berdampak luas terhadap turunnya kualitas lingkungan yang bermuara kepada turunnya kualitas hidup rakyat.
PT Injatama adalah salah satu pertambangan batubara yang memiliki banyak catatan buruk. Perusahaan ini telah berulangkali menimbulkan masalah di sekitar lingkungan pertambangan
(http://www.antaranews.com/berita/269838/pemprov-bengkulu-akan-panggil-manajemen-injatama)
Bahkan secara administrasi pun pernah melakukan pelanggaran hingga operasinya diberhentikan sementara oleh pemerintah daerah.
(https://www.tambang.co.id/injatama-dan-titan-mining-dicurigai-lakukan-ekspor-ilegal-3083/)
(http://harianrakyatbengkulu.com/ver3/2017/04/21/8-perusahaan-batu-bara-distop-beroperasi/)
MEMBUANG BATUBARA KE LAUT ADALAH TINDAKAN JAHAT
Pada tanggal 26 Juli 2017 dengan alasan menyelamatkan kru dan menghindari kerugian yang lebih besar sebagai mana dalam laporan berita acara kecelakaan pada tanggal ………. adalah tindakan yang sama sekali tidak dapat dibenarkan. Berdasarkan pemantauan di lapangan dimana kejadian kapal kandas berada tidak jauh dari garis pantai diduga bukanlah untuk menyelamatkan kru akan tetapi menyelamatkan tongkang dengan mengorbankan lingkungan. Tindakan yang sudah dilakukan secara berulang (ketigakali) ini menunjukan bahwa proses pengangkutan batubara milik PT Injatama adalah aktivitas yang sembrono dan tidak belajar dari pengalaman.
Kejadian ini disaksikan sejumlah warga Desa Pasar Ketahun. Sebagian warga bahkan mendokumentasikan peristiwa itu dengan merekam lewat foto dan video
(https://www.radarutara.id/pt-injatama-buang-batu-bara-ke-laut/) Menurut warga desa, tindakan itu bukan yang pertama. Sudah tiga kali perusahaan menumpahkan isi kapal tongkang dengan alasan menghindari kapal karam.
(https://www.radarutara.id/terulang-tiga-kali-injatama-harus-disanksi/)
Tindakan pertama dan kedua telah diselesaikan di tingkat desa lewat perangkat Badan Musyawarah Adat (BMA). Ada peraturan adat tentang sanksi bagi pelaku pelanggaran lingkungan yakni denda hingga mencapai Rp100 juta.
Berpedoman pada aturan ini, kasus penumpahan batubara yang pertama dan kedua diselesaikan di tingkat BMA dan perusahaan di mana perusahaan dikenakan denda masing-masing sebesar Rp. 20 juta dan Rp. 40 juta.
Kepala Desa Pasar Ketahun, Djauhari mengatakan tindakan perusahaan menumpahkan batubara di pinggir perairan desa itu sudah dibahas di tingkat BMA. Pengurus BMA bahkan sudah mendatangi lokasi stockpile di pinggir Sungai Ketahun untuk meminta pertanggungjawaban perusahaan. Karena tidak membuahkan hasil, perangkat BMA memasukkan surat keperusahaan yang intinya menuntut pertanggungjawaban.
Perangkat desa pun belum melaporkan tindakan perusahaan kepihak berwajib dengan alasan menunggu keputusan BMA.
AKSI KMSAKL
Pada tanggal 13 Agustus 2017, KMSAKL melakukan monitoring lapangan dengan tujuan untuk memastikan issue pembuangan batubara milik PT Injatama, kegiatan ini dilaksanakan dengan menemui pembuat video, dan melakukan diskusi dengan beberapa warga. Hasil diskusi diperoleh kepastian bahwa adalah benar batubara milik PT Injatama telah dibuang dengan sengaja kelaut dengan alasan untuk menyelamatkan crew dan kapal.
Pengakuan sejumlah warga yang ditemui di lokasi pembuangan batu bara, saat petugas menumpahkan batu bara ke laut, mereka berupaya menghentikan tindakan itu dengan menemui langsung penanggungjawab pelabuhan.
Saat itu, warga mencoba menghentikan pembuangan itu dengan meminta langsung penanggungjawab pelabuhan berhenti. Namun, pengelola pelabuhan bersikeras dan di hadapan khalayak yang menyaksikan penumpahan batu bara itu ia mengatakan siap bertanggungjawab.
Menurut kesaksian warga, adalah tidak masuk akal jika pembuangan batubara ini dilakukan dengan alasan untuk keselamatan crew. Hal ini dikarenakan jarak antara kapal tongkang dengan garis pantai dekat dan crew bisa saja langsung melompat keluar dan menyelamatkan diri ke pantai.
Pada tanggal 16 Agustus 2017, Koalisi Masyarakat Sipil Anti Kejahatan Lingkungan (KMSAKL) telah melaporkan dugaan kejahatan lingkungan ini ke Polisi daerah Bengkulu dengan tanda bukti lapor No LP-B/712/VIII/2017/SIAGA SPKT III. Dan juga sudah dilakukan pemeriksaan saksi pelapor pada hari yang sama.
Pada tanggal 23 Agustus 2017, melakukan konsultasi dengan Dinas lingkungan hidup propinsi Bengkulu, kegiatan ini selain menyampaikan secara resmi apa yang sudah dilakukan oleh KMSAKL juga ingin mengetahui tindakan apa yang sudah dilakukan DLHK terhadap aktivitas Pembuangan batubara milik PT Injatama ke laut.
Dari diskusi tersebut diketahui bahwa DLHK sudah menyampaikan permasalahan ini ke KLHK dan sedang menunggu tim mereka untuk melakukan monitoring dan evaluasi dampak dari pembuangan batubara tersebut.
Pada tanggal 4 dan 5 September KMSAKL, mendatangi kantor syahbandar dan otoritas pelabuhan (KSOP), untuk mengetahui terkait izin olah gerak kapal yang memuat batubara dari stockfile ke tongkang batubara. Berdasarkan hasil diskusi dengan Pelaksana harian KSOP. Diketahui, sejak perpindahan pengelolaan pelabuhan dari pelabuhan Linau ke KSOP pelabuhan Pulau Bai, belum pernah ada pihak Injatama atau yang mewakili pihak tersebut mengajukan permohonan izin olah gerak guna pengangkutan batubara milik PT Injatama.
Berdasarkan hasil tersebut, maka di duga bahwa aktivitas bongkar muat dari Pelabuhan muara sungai ketahun menuju tongkang batubara yang berada di lepas pantai tidak berizin atau illegal. http://reportaserakyat.com/daerah/tak-memiliki-izin-gerak-dari-ksop-kapal-yang-membuang-batu-bara-di-laut-ketahun-beroperasi-secara-liar/
TUNTUTAN KMSAKL
Atas dasar catatan hitam tersebut, dimana sudah terjadi sedikitnya tiga kali pembuangan batubara ke laut dengan sengaja. KMSAKL,menyatakan bahwa pengangkutan batubara milik PT Injatama adalah tindakan yang sama sekali tidak mengindahkan kaidah keselamatan lingkungan, atas dasar hal tersebut maka kami meminta kepada gubernur yang memiliki otoritas penuh dalam memberikan izin pertambangan di propinsi Bengkulu sesuai dengan UU No 23 tahun 2016 yang mulai berlaku Oktober 2016 untuk:
1. Menghentikan dan mencabut izin pelabuhan PT Injatama karena beroperasi tanpa izin olah gerak kapal
2. Membentuk tim indepen yang berisikan perwakilan dari pemerintah, akademisi dan lembaga swadaya masyarakat sebagai pelaksana evaluasi terhadap aktivitas pertambangan yang dilaksanakan oleh PT Injatama.
3. Menuntut proses hukum yg transparan atas kasus pidana dan perdata PT Injatama
4. Melaksanakan semua tuntutan tersebut dalam kurun waktu paling 3 (tiga) bulan sejak tuntutan ini disampaikan
PENUTUP
Kertas penjelasan ini adalah dokumen kelembagaan yang dihasilkan dari investigasi baik meja maupun lapangan. Semua data dan informasi yang dimuat berasal dari sumber yang jelas dan dapat dipertanggungjawabkan.
Jika dari data dan informasi yang sudah lengkap seperti ini pemerintah propinsi Bengkulu tidak juga dapat bertindak dengan cepat, maka tindakan ini merupakan preseden buruk bagi keselamatan laut secara khusus dan keselamatan lingkungan propinsi Bengkulu secara lebih luas.