Setelah berkendara selama tiga jam, kami tiba di tepi Sungai Mekong. Kami disambut hujan gerimis berangin di akhir Juni 2022. Kedatangan kami disambut Niwat Roykaew di Sekolah Mekong yang menjadi sekretariat perlawanan masyarakat Chiang Kong terhadap pengeboman dasar Sungai Mekong untuk mendukung proyek dam pembangkit listrik tenaga air (PLTA) yang dibangun dengan dukungan pendanaan China.

Sekolah Mekong yang dibangun Niwat sejak 2015 adalah rumah perlawanan dan pembelajaran tentang sosial, budaya, ekologi dan ekonomi masyarakat tepi Sungai Mekong khususnya di wilayah Chiang Kong Provinsi Chiang Rai bagian negara Thailand yang berbatasan dengan negara Laos.

Sepanjang 97 kilometer Sungai Mekong wilayah Thailand yang berbatasan dengan Laos dilindungi oleh komunitas yang digerakkan Niwat lewat Mekong School: Institute of Local Knowledge. Mereka melakukan penelitian berbasis komunitas dan menjadikan temuan atau hasil penelitian tersebut sebagai alat kampanye untuk melestarikan Sungai Mekong.

Sejak dulu menurut Niwat, para leluhur mereka hidup bergantung pada ekosistem Sungai Mekong, terutama dalam pemenuhan pangan dan perekonomian serta kehidupan spritual dan budaya masyarakat lokal.

“Kerusakan Sungai Mekong mempengaruhi kehidupan kami masyarakat di sepanjang bantara sungai ini dan ini yang membuat kami melawan,” kata Niwat.

Niwat telah berkampanye dan mengorganisir perlawanan atas pengrusakan Sungai Mekong dalam 20 tahun terakhir. Pada 2020 perjuangannya membuahkan hasil dimana pengeboman dasar Sungai Mekong di wilayah Thailand dihentikan.

Menurut dia, kampanye penyelamatan Sungai Mekong dibangun dengan melibatkan sebanyak mungkin pihak mulai dari komunitas, pelajar, dan akademisi.

“Karena sungai tidak dapat bicara maka kita yang harus bersuara terus menerus untuk penyelamatan Sungai Mekong,” katanya.

Sungai Mekong menurut Niwat sudah terlalu lama menderita dengan proyek-proyek energi yang didominasi didanai China. Proyek dam untuk pembangkit listrik tenaga air pertama telah berdiri pada 1960-an dan kini telah berdiri belasan dam untuk PLTA di aliran Sungai Mekong.

Dampak pembangunan dam untuk PLTA baik di wilayah China maupun Laos telah mempengaruhi ekosistem Sungai Mekong. Debit air yang mengalih ke wilayah Thailand tidak lagi normal. Akibatnya, ekosistem perairan terutama ikan yang selama ini menjadi andalan nelayan Sungai Mekong juga terdampak dan tidak lagi sehat.

“Sebelumnya sungai sangat sehat, ikan melimpah. Tapi semakin lama bendungan semakin banyak dan sedimentasi sangat parah karena peledakan di hulu, sejak itu sungai ini tidak lagi sehat,” tuturnya.

Perluasan kampanye penyelamatan Sungai Mekong pula yang mendasari Niwat mendirikan Sekolah Mekong dengan kurikulum berbasis pengetahuan lokal. Sekolah ini tidak membatasi umur, gender dan profesi para pesertanya.

Sekolah Mekong adalah sekolah tentang ekologi, sosial, ekonomi, budaya dan spiritual masyarakat sekitar Sungai Mekong. Di sekolah ini mereka menggagas penelitian berbasis komunitas dengan metodologi yang kuat dan hasil penelitian itu disusun dalam laporan untuk dijadikan sebagai alat atau bahan kampanye penyelamatan Sungai Mekong.

Atas kegigihannya mengkampanyekan penyelamatan Sungai Mekong, mengantarkan Niwat Roykaew sebagai penerima Goldman Environmental Prize for 2022. (https://mekongschool.org/en/home/#activities)

Untuk diketahui, Sungai Mekong merupakan sungai terpanjang ke-12 di dunia, dengan wilayah seluas 795.000 km persegi, yang hulunya terdapat di Tibet, sungai ini mengalir melalui provinsi Yunnan China, Myanmar, Thailand, Laos, Kamboja dan bermuara di Vietnam.