Tarian tiga penari gandai mengiringi kedatangan tiga anggota kelompok tani Tanjung Sakti ke Pengadilan Negeri Mukomuko Provinsi Bengkulu, Senin (10/6/2024), mengiringi para kuasa hukum memasukkan memori kasasi atas putusan banding tingkat kedua terhadap kasus petani melawan perkebunan sawit PT Daria Dharma Pratama (DDP).
Dalam putusan tingkat pertama, tiga petani atas nama Harapandi, Rasuli dan Ibnu Amin, dinyatakan bersalah telah menghalang-halangi aktivitas perusahaan namun soal tuntutan ganti rugi dari PT DDP sebesar Rp7,2 miliar tidak dikabulan oleh hakim. Namun, pada putusan tingkat banding atau tingkat dua, para petani dinyatakan bersalah dan dihukum membayar denda Rp3 miliar.
Terkait hukuman untuk membayar kerugian ini, hakim pada tingkat banding membantah pernyataan hakim pada tingkat pertama, dimana pada putusan tingkat pertama, para hakim menyatakan bahwa metode dan cara penghitungan kerugian yang disampaikan PT DDP tidak dapat diterima.
Atas dasar putusan pada tingkat pertama dan kedua ini, para petani kembali mencari keadilan melalui jalur konsitusional, mereka ditemani oleh enam orang kuasa hukum pada hari ini menyampaikan memori kasasi melalui PN Mukomuko.
Kuasa hukum petani, Efyon Junaidi menyatakan bahwa dari awal gugatan PT DDP ini tidak jelas. Sebab dalam gugatan ada HGU namun ada bukti surat yang dikeluarkan oleh PT DDP sendiri yang menyatakan mereka baru memiliki izin prinsip.
“Ada hal yang tidak konsisten antara alas gugatan dengan bukti surat. Beberapa catatan penting yang menjadi dasar gugatan ini adalah HGU N0 125/2017 yang dinyatakan sebagai alas hak tapi tidak disertai lampiran peta bidang tanahnya,” kata Efyon.
Hal ini menimbulkan tanda tanya besar mengapa PT DDP tidak memasukan peta tersebut sehingga data dan informasi yang dihadirkan menjadi terang benderang.
Pertanyaan lain menurutnya adalah dalam gugatan ini hanya menggugat 3 orang, sementara jumlah anggota kelompok petani Tanjung Sakti yang mengusahakan ahan yang dinyatakan tidak lengkap izinnya itu setidaknya berjumlah 45 orang.
Untuk diketahui, bahwa wilayah perkebunan yang dinyatakan milik PT DDP di Desa Serami baru itu, sebelum dijaga dan dirawat oleh petani Tanjung Sakti berada pada kondisi yang semak dan tidak terurus dengan baik. Situasi ini juga sebenarnya yang membuat petani berani mengelola areal tersebut.
Harapandi, salah seorang petani tergugat menyatakan bahwa dia dan dua orang temannya sudah mendatangi PT DDP dan menanyakan kepada mereka tentang alas hak PT DDP di Desa Serami Baru Kecamatan Malin Deman Kabupaten Mukomuko Provinsi Bengkulu.
“Pada saat itu pihak humas PT DDP yang diwakili oleh Suwaryo menyatakan bahwa mereka baru memiliki izin prinsip. Sementara berdasarkan pelajaran yang kami dapatkan saat belajar hukum kritis bersama dengan Kanopi Hijau Indonesia, izin prinsip bukanlah alas hak yang dapat digunakan untuk mengelola lahan,” katanya.
Berdasarkan hasil pertemuan tersebut dan kondisi areal yang tidak terawat dengan baik, para petani menggarap lahan tersebut untuk memenuhi kebutuhan hidup. Mereka membersihkan lahan dan mendirikan pondok.
Ketika beberapa orang yang mengaku dari pihak PT DDP mendatangi petani, mereka meminta menunjukkan alas hak berupa HGU tapi tidak pernah bisa ditunjukkan kepada petani.
“Jadi bukan menghalang-halangi perusahaan, mereka tidak pernah bisa menunjukkan bukti alas hak,” katanya.
Diiringi tari gandai yang merupakan tari tradisional masyarakat adat Pekal yang mendiami bagian utara Bengkulu, para petani tergugat mengajak seluruh masyarakat adat Pekal yang ada di kabupaten Mukomuko dan Bengkulu Utara untuk bersatu melawan ketidakadilan atas wilayah adat mereka.