Kanopi Bengkulu
Pengertian Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) berdasarkan PP No. 27 Tahun 1999 adalah kajian atas dampak besar dan penting untuk pengambilan keputusan suatu usaha atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha atau kegiatan. Tujuan AMDAL untuk penjagaan dalam rencana usaha atau kegiatan agar tidak memberikan dampak buruk bagi lingkungan.
Dampak buruk Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batu bara sudah dirasakan di berbagai wilayah. Untuk itu diperlukan analisis mendalam guna mengantisipasi hal tersebut. Analisis terhadap dokumen AMDAL dibutuhkan untuk mengetahui tingkat kebenaran dan strategi yang dirumuskan untuk mengurangi dampak yang ditimbulkan.
Berdasarkan hal tersebut, Kanopi Bengkulu menyusun laporan penyimpangan dokumen Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL) dengan tahapan menyusun kertas kerja, membaca dokumen ANDAL PLTU batu bara Teluk Sepang dan studi lapangan. Hasilnya, ditemukan beberapa penyimpangan antara dokumen ANDAL dengan fakta lapangan. Untuk memastikan tingkat kesahihan dokumen tersebut, dilakukan tiga diskusi terfokus, yaitu diskusi membangun input, klarifikasi dan pemantapan dokumen.
Laporan penyimpangan ini membahas tiga poin penting yaitu ketidaksesuaian narasi ANDAL dengan fakta lapangan, fakta dampak lingkungan yang tidak dinarasikan dalam dokumen ANDAL serta indikasi pelanggaran yang dilakukan PT Tenaga Listrik Bengkulu.
Ketidaksesuaian narasi ANDAL dengan fakta lapangan, pada fase pra konstruksi, ditemukan ketidaksesuaian antara dokumen ANDAL PLTU batu bara teluk sepang dan fakta di lapangan yaitu (1) proses pergantian tanam tumbuh tidak sesuai dengan PERGUB No 27 tahun 2016 tentang Pedoman Ganti Rugi Tanam Tumbuh Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum. (2) 92% warga dinyatakan setuju adanya PLTU batubara sedangkan 8% ragu-ragu. Angka 92% persen tersebut tidak disertai dengan rincian dan metodologi yang jelas. Sementara sejak awal sosialisasi proyek telah terjadi penolakan yang dibuktikan adanya 429 tandatangan penolakan proyek PLTU batu bara dari warga Kelurahan Teluk Sepang yang disampaikan ke Gubernur Bengkulu dan ditembuskan ke Presiden Joko Widodo pada 24 Juni 2016. Penolakan proyek PLTU batu bara pun kembali ditegaskan warga ketika pihak ESDM menggelar sosialisasi AMDAL di shelter Kelurahan Teluk Sepang bersama tim penyusun AMDAL, Camat Kampung Melayu dan Lurah Teluk Sepang. Puncaknya, penolakan dilakukan warga dalam bentuk blokade jalan saat peletakan batu pertama proyek oleh Gubernur Bengkulu, Ridwan Mukti pada 25 Oktober 2016.
Pada fase konstruksi, dalam dokumen ANDAL disebutkan untuk mengerjakan proyek ini, sebanyak 590 orang warga lokal akan mendapat lapangan pekerjaan. Faktanya, menurut tokoh masyarakat setempat pada bulan September 2018, hanya 25 orang warga Teluk Sepang yang bekerja di proyek tersebut, sedangkan sisanya adalah Tenaga Kerja Asing (TKA) asal China. Fakta ini diperkuat dengan data dari Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi bahwa ada 271 orang TKA yang bekerja di proyek tersebut sedangkan data Kantor Imigrasi menyebutkan ada 270 orang asing di proyek PLTU Teluk Sepang. Sementara dari pengakuan manajemen PT Sinohydro kepada unsur pimpinan DPRD Provinsi Bengkulu yang menggelar inspeksi mendadak (sidak) ke proyek PLTU Teluk Sepang pada 20 Agustus 2018 menyebutkan ada 600 orang TKA asal Cina yang bekerja di proyek itu.
Di sisi lain, penolakan terhadap proyek ini tetap disuarakan kelompok masyarakat di Teluk Sepang. Bahkan warga telah mendirikan posko perlawanan dan perjuangan masyarakat atas lingkungan sehat di Teluk Sepang dengan nama Posko Langit Biru. Warga bergotong royong membangun posko ini pada 13 Juli 2018.
Fakta dampak lingkungan yang tidak dianalisis dalam dokumen ANDAL seperti kuantitas air dan kerawanan bencana. Temuan Kanopi di lapangan menunjukkan kajian dan analisis tim penyusun ANDAL sangat dangkal. Misalnya dalam dokumen ANDAL hanya disebutkan akan terjadi penurunan kualitas air. Sementara di lapangan terjadi penurunan kuantitas air akibat penancapan paku bumi proyek dan penimbunan empat gorong-gorong saluran air dari lahan pertanian menuju kolam Pelabuhan Pulau Baai. Akibatnya, petani palawija sekitar tapak mengeluh dan merugi.
Terkait kerawanan bencana, dalam dokumen ANDAL hanya disebut bahwa wilayah Bengkulu adalah daerah rawan gempa dan tsunami, tanpa merinci standar operasional prosedur yang akan dijalankan perusahaan bila gempa dan tsunami terjadi. Untuk diketahui, wilayah Kelurahan Teluk Sepang, Kecamatan Kampung Melayu merupakan zona merah rawan bencana tsunami. Hal ini tertuang dalamPeraturan Daerah Nomor 14 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Bengkulu 2012-2023 dalam pasal 44 ayat (2) menyebutkan kawasan rawan bencana tsunami sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi kawasan sepanjang pantai di Kecamatan Muara Bangkahulu, Kecamatan Teluk Segara, Kecamatan Ratu Samban, Kecamatan Ratu agung, Kecamatan Gading Cempaka, Kecamatan Sungai Serut dan Kecamatan Kampung Melayu.
Sementara indikasi pelanggaran aturan atas terbitnya Izin Lingkungan PLTU batu bara yaitu melanggar RTRW kota dan provinsi. Dalam RTRW Provinsi Bengkulu pembangunan PLTU batu bara akan dilaksanakan di Napal Putih, Kabupaten Bengkulu Utara. Hal ini tercantum dalam Peraturan Daerah Nomor 02 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Bengkulu 2012-2023 pasal 23 ayat (1) huruf (d) bahwa pembangunan listrik pembangkit baru, meliputi Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di Napal Putih.
Sesuasi peraturan, salah satu syarat penyusunan AMDAL harus ada rekomendasi tata ruang. Saat itu pada 2016 Kepala Bappeda menerbitkan rekomendasi. Namun, setelah ditelaah lebih dalam isi surat rekomendasi tersebut justru tidak mendukung proyek PLTU Teluk Sepang. Surat rekomendasi nomor 650/0448/Bappeda yang diterbitkan pada 3 Mei 2016 itu justru menjelaskan pentingnya pengembangan energi terbarukan untuk wilayah Provinsi Bengkulu.
Dalam poin pertama itu ditegaskan bahwa pengembangan sumber energi baru dan terbarukan adalah strategi pemenuhan energi listrik yang diamanatkan dalam RTRW. Penegasan ini justru bertentangan dengan proyek PLTU batu bara Teluk Sepang yang jelas bukan golongan energi terbarukan malainkan energi kotor batu bara.