Hutan Seblat di perbatasan Kabupaten Bengkulu Utara dengan Kabupaten Mukomuko terus diincar pengusaha batu bara. Dengan berbagai cara dan lewat berbagai tangan upaya itu terus dilakukan.

Upaya terbaru adalah dengan mengusulkan alih fungsi kawasan hutan Taman Wisata Alam (TWA) Seblat menjadi area penggunaa lain seluas 131 hektare dan menjadi hutan produksi yang dapat dikonversi seluas 246 hektare.

Usulan ini disampaikan oleh Bupati Bengkulu Utara, H Mian dan diteruskan oleh Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah ke Menteri Lingkungan Hidup da Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya. Informasi yang kami peroleh, ekspose usulan pelepasan kawasan hutan ini akan diadakan di Gedung LHK pada Selasa, besok (20 Agustus).

Bentang alam Seblat saat ini merupakan habitat terakhir satwa langka dilindungi gajah Sumatera di mana TWA Seblat menjadi “terminalnya”.

Kawasan hutan TWA Seblat seluas kurang lebih 7.000 hektare menjadi kunci keberlanjutan hidup satwa kharismatik gajah Sumatera. Kondisi kawasan ini sangat memprihatinkan karena sudah terisolasi dikelilingi areal perkebunan besar swasta, permukiman dan kebun warga.

Bila kawasan hutan ini dikurangi meski hanya kurang lebih 400 hektare, dapat dibayangkan ancaman terhadap gajah Sumatera yang tersisa di Bentang Seblat.

Karena itu, kami bersama masyarakat, mahasiswa dan pelajar pegiat lingkungan menolak usulan pemerintah daerah Provinsi Bengkulu untuk mengurangi luas hutan Seblat dan mendesak Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya untuk menolak usulan perubahan fungsi hutan Seblat.