KBRN, Bengkulu : Jejaring Sumatera Terang untuk energi bersih, yang merupakan gabungan 17 organisasi yang tersebar dari Aceh sampai ke Lampung, menantang dua Calon Presiden (Capres) dan Calon Wakil Presiden (Cawapres) yang berlaga dalam Pemilu Presiden (Pilpres) tahun 2019, untuk mewujudkan komitmen Indonesia Berdaulat Energi, dengan meninggalkan energi kotor batu bara dan beralih ke energi terbarukan.

Mengingat selama ini Indonesia dinilai belum memiliki komitmen yang kuat dalam melakukan transisi energi yang berkeadilan dan melepaskan ketergantungan sistem energi dan ketenaga listrikannya terhadap energi kotor batu bara.

“Diketahui ketergantungan terhadap batu bara memiliki dampak negatif dalam jangka panjang bagi kesehatan, lingkungan hidup dan perekonomian. Riset mempublikasikan, PLTU batu bara diperkirakan menyebabkan 6.500 kematian dini setiap tahunnya. Sehingga rencana PLTU batu bara baru, angka kematian bisa mencapai 28.300 orang setiap tahunnya. Belum lagi biaya kesehatan dari PLTU batu bara, misalnya mencapai Rp. 351 triliun untuk setiap tahunnya,” ungkap Ketua Kanopi Bengkulu Ali Akbar, dalam siaran persnya di Bengkulu.

Dengan kondisi demikian diakui, Indonesia membutuhkan langkah serius untuk menghentikan penggunaan energi batu bara dan beralih pada penggunaan energi terbarukan yang bersih dan ramah lingkungan di tahun 2025. Apalagi dampak dari energi kotor tersebut, terjadinya polusi udara, air dan tanah, serta juga rakyat kehilangan mata pencahariannya.

“Gerakan Bersihkan Indonesia ini muncul sebagai aksi moral bersama dalam menyuarakan perubahan sistematis dan terstruktur dalam pilihan energi, yang menunjang prinsip akuntabilitas, transparansi, dan partisipasi publik, penegakan hukum dan transisi berkeadilan untuk pemulihan, dengan dituangkan dalam kebijakan pemerintah di 2019-2024 nanti. Apalagi Indonesia adalah surga dari energi terbarukan, seperti, adanya air, surya, angin, kelautan dan biomassa,” katanya, Rabu (19/9/2018).

Senada dengan itu, Direktur Eksekutif Yayasan Kelopak Bengkulu Dedi Kurniadi menjelaskan, dari hasil studi yang dilakukan pihaknya, keberadaan energi kotor tersebut mulai dari tambang sampai pembangkit tidak ada korelasinya dengan kemakmuran bagi masyarakat. Bahkan di Bengkulu sendiri, imbas lainnya sungai telah tercemar dan kawasan hutan serta jalan menjadi rusak.

“Jika hasil energi kotor dengan terbarukan, kita bandingkan hasilnya tidak berbanding lurus. Artinya, akan terjadi kesenjangan, karena dari aspek ekonomi hanya sekelompok elit yang bisa menikmatinya. Untuk itu kita minta, pemimpin periode lima tahun mendatang melakukan gerakan beralih pemanfaatan energi terbarukan. Apalagi pemanfaatan energi terbarukan diyakini bisa mensejahterakan masyarakat,” paparnya.

Disamping itu juga, Grasia Renata Lingga dari Yayasan Pupa Bengkulu menambahkan, dukungan deklarasi gerakan bersih untuk pemimpin negeri ini, karena keberadaan energi kotor batu bara ini ada kaitannya dengan perempuan dan anak. Dimana, kaum perempuan dan anak yang dalam kesehariannya dekat dengan air. Sedangkan diketahui, air rumah tangga yang mayoritas berasal dari air sungai tercemar batu bara, sangat rentan menjadi korban.

Untuk itu, pihaknya mengajak seluruh elemen masyarakat agar bersama-sama mendorong pemerintah agar kedepan menerapkan energi terbarukan dan meninggalkan energi kotor batu bara,

“Dengan dekatnya kaum perempuan dan anak dengan lingkungan diharapkan ada langkah-langkah yang bisa diambil pemerintah. Jika tidak ada solusi, dikawatirkan akan banyak lagi kaum perempuan dan anak menjadi korban dari energi kotor ini,” demikian singkat.(rep/red)

Sumber : http://rri.co.id/bengkulu/post/berita/573238/daerah/jejaring_sumatera_terang_tantang_dua_capres_dan_cawapres_bersihkan_indonesia.html