KERTAS TUNTUTAN

Disampaikan pada saat aksi 19 Februari 2018 di depan kantor Gubernur Bengkulu

Nelayan tradisional Bengkulu adalah kelompok nelayan yang tersebar mulai dari Kabupaten Mukomuko, Bengkulu Utara, Bengkulu Tengah, Kota Bengkulu, Seluma, Bengkulu Selatan hingga Kabupaten Kaur. Aktivitas penangkapan ikan menggunakan jaring dan pancing. Dengan menggunakan perahu dengan kapasitas kurang dari 10 Gross tonnage (GT), mereka mengarungi Samudera Hindia yang terkenal ganas dan berkarang.

Menggunakan alat tangkap ramah lingkungan yang tidak berdampak buruk terhadap sumber daya laut, nelayan masih mengenal istilah musim ikan dimana pada waktu tentu beberapa jenis ikan seperti beledang, kakap putih, kape-kape dan beberapa jenis ikan lainnya berada dalam jumlah yang luar biasa.

Pada awal tahun 1978-an, para penangkap ikan pengguna trawl dari Sibolga, masuk ke wilayah perairan Provinsi Bengkulu. Pada awalnya kehadiran mereka ini tidak terlalu berpengaruh terhadap hasil tangkapan nelayan. Istilah “ikan mencari nelayan” merupakan gambaran bahwa jumlah ikan yang berada diperairan Provinsi Bengkulu masih berlimpah.

Namun seiring dengan waktu, tepatnya akhir pertengahan 80-an jumlah ikan yang berhasil ditangkap oleh nelayan tradisional menurun secara drastis. Musim ikan yang sebelumnya menjadi fenomena alamiah hilang dan tidak pernah lagi ditemukan. Melihat kondisi seperti ini, nelayan tradisional yang diprakarsai oleh nelayan tradisional Pasar Pantai, Kota Bengkulu mengambil inisiatif untuk menghentikan aktivitas trawl. Puncak dari aksi nelayan ini adalah pembakaran kapal trawl yang dilakukan di tengah laut. Konflik terbuka ini berjalan sejak tahun 1998 sampai dengan tahun 2000.

Pasca konflik terbuka ini, penangkapan ikan yang menggunakan trawl berhenti sekitar satu tahun. Nelayan kembali memperoleh hasil yang cukup signifikan. Perekonomian nelayan mulai beranjak pulih, mereka mulai menggunakan jaring dengan ukuran lebih besar (3 inchi). “Jika bisa mendapatkan ikan yang lebih besar untuk apa menangkap ikan kecil”, pepatah ini adalah bentuk kearifan nelayan Bengkulu yang selalu memperhatikan keselamatan sumber daya ikan sebagai sumber daya yang harus dijaga demi keberlanjutan kehidupan.

Namun aktivitas ini ternyata tidak berlangsung lama, sejak tahun 2007 pelaku trawl kembali beroperasi secara terbuka. Dengan menggunakan kapal besar (30 GT keatas) kapal-kapal itu beroperasi di wilayah tangkap nelayan tradisional Bengkulu.

Pada tahun 2010 istilah trawl mini marak muncul sebagai bentuk alat tangkap yang bekerja secara efektif di perairan laut dangkal dan berkarang. Sejak saat itu, jumlah ikan yang berhasil ditangkap oleh nelayan tradisional sudah tidak mampu lagi memenuhi kebutuhan hidup.

Negara Abai dengan Nasib Nelayan Tradisional

Dengan pendekatan regulasi, sebenarnya sudah cukup banyak peraturan yang diproduksi oleh pemerintah, seperti Keputusan presiden No 39 Tahun 1980 merupakan tonggak kebijakan yang menjadi panduan umum guna menghentikan aktivitas “penangkapan haram”. Namun KEPPRES ini sepertinya tidak didukung oleh kebijakan-kebijakan yang bersifat operasional. Baru pada tahun 2015 pemerintah mengeluarkan Peraturan menteri kelautan dan perikanan Republik Indonesia Nomor 2/PERMEN-KP/2015 Tentang Larangan penggunaan alat penangkapan ikan pukat hela (trawls) dan pukat tarik (seine nets) di wilayah pengelolaan perikanan negara Republik Indonesia.

Peraturan menteri kelautan No 2 Tahun 2015 ini kembali dikuatkan dengan peraturan
menteri kelautan dan perikanan Republik Indonesia Nomor 71/PERMEN-KP/2016
tentang
jalur penangkapan ikan dan penempatan alat penangkapan ikan di wilayah pengelolaan perikanan negara republik Indonesia.

BAB V (Pasal 21)

Ayat (1)  API yang mengganggu dan merusak keberlanjutan sumber daya ikan merupakan API yang dioperasikan:a. mengancam kepunahan biota;b. mengakibatkan kehancuran habitat; dan c. membahayakan keselamatan pengguna.

Ayat (2)  API yang mengganggu dan merusak keberlanjutan sumber daya ikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terdiri dari:a.pukat tarik (seine nets), yang meliputi dogol (danish seines), scottish seines, pair seines, cantrang, dan lampara dasar;b.pukat hela (trawls), yang meliputi pukat hela dasar (bottom trawls), pukat hela dasar berpalang (beam trawls), pukat hela dasar berpapan (otter trawls), pukat hela dasar dua kapal (pair trawls), nephrops trawl, pukat hela dasar udang (shrimp trawls), pukat udang, pukat hela pertengahan (midwater trawls), pukat hela pertengahan berpapan (otter trawls), pukat ikan, pukat hela pertengahan dua kapal (pair trawls), pukat hela pertengahan udang (shrimp trawls), dan pukat hela kembar berpapan (otter twin trawls); dan c. perangkap, yang meliputi Perangkap ikan peloncat (Aerial traps) dan Muro ami.

ayat (3) Pengaturan API yang mengganggu dan merusak keberlanjutan sumber daya ikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang dioperasikan pada semua Jalur Penangkapan Ikan di seluruh WPPNRI

Terkait dengan sangsi, pemerintah Republik Indonesia (RI) juga sudah mengatur secara tegas, UU no 45 tahun 2009 yang merupakan perubahan UU No 31 tahun 2004 tentang perikanan yang menyatakan bahwa:

Pasal 85: Setiap orang yang dengan sengaja memiliki, menguasai, membawa, dan/atau menggunakan alat penangkap ikan dan/atau alat bantu penangkapan ikan yang mengganggu dan merusak keberlanjutan sumber daya ikan di kapal penangkap ikan di wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).

Di Provinsi Bengkulu, kebijakan tentang pelarangan penggunaan alat tangkap trawl yaitu: Surat Keputusan Gubernur No D.319.XXIV tahun 2013 tentang Forum Koordinasi Penanganan Tindak Pidana Bidang Perikanan. Namun dalam perjalanannya forum ini belum dapat berjalan optimal. Hal ini dibuktikan dengan masih maraknya pelaku trawl yang beroperasi.

Hasil komunikasi dengan beberapa pihak seperti Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Bengkulu, serta beberapa kelompok nelayan, sampai dengan sekarang ini belum ada tindakan yang cukup berarti yang dilakukan oleh parapihak guna menjalankan keputusan gubernur tersebut. Bahkan pada bulan April 2017, pelaku trawl berani mengambil kembali alat tangkap yang disita oleh satuan tugas gabungan yang melakukan operasi di laut.

Kecenderungan yang muncul adalah adanya proses pembiaran yang dilakukan oleh oknum aparat terhadap aktivitas penangkapan ikan haram ini dengan dalih akan muncul pengangguran jika trawl dilarang serta munculnya perlawanan dari nelayan trawl jika aparat melakukan penegakan hukum.

Fakta Hancurnya Tatanan Ekonomi Nelayan serta Ancaman Terhadap Ekosistem Pesisir Dan Laut

“Cukup dua dekade untuk membuat Laut propinsi Bengkulu kehilangan sumber daya ikan”. Ungkapan ini disampaikan oleh salah seorang tokoh nelayan. Trawl yang beroperasi sejak pertengahan tahun 80an telah membuat nelayan kehilangan sumber daya ikanya. Mereka bergerak di sepanjang perairan laut mulai dari Mukomuko sampai dengan perbatasan kabupaten Seluma.

Nelayan Teluk Sepang, Kota Bengkulu menyatakan bahwa dibawah tahun 2000, ketika itu dengan jumlah armada kurang dari 20 unit, mereka bisa mendapatkan ikan rata-rata 500 kg perhari dengan waktu melaut mulai dari jam 4 pagi sampai dengan jam 11 siang. Sekarang dengan armada lebih dari 50 Unit pendapatan rata-rata nelayan teluk sepang tidak pernah lebih dari 200 kg/hari.

Sedangkan nelayan di Pondok Kelapa Kabupaten Bengkulu Tengah menyatakan: “Nelayan sekarang jika tidak mempunyai kebun maka sudah dapat dipastikan tidak akan sanggup memenehui kebutuhan hidup dan biaya sekolah anak. Pepatah Dahulu ikan mencari kami sudah tidak berlaku lagi, yang terjadi sekarang ini adalah untuk mencari ikan kami harus bergerak sangat jauh dan seringkali tidak mendapat hasil yang cukup”.

Nelayan berkebun sawit? Merupakan bentuk nyata dari kerusakan tatanan ekonomi. Kehilangan identitas ini pada akhirnya akan bermuara kepada rendahnya tingkat produktivitas manusia. Muara dari kehilangan identitas adalah munculnya rasa putus asa https://id.wikihow.com/Mengatasi-Krisis-Identitas.

Jati diri adalah suatu kualitas yang dimiliki dari individu lain. Dengan pendekatan profesi jati diri dimunculkan kedalam bentuk bekerja secara totalitas, memiliki keterampilan serta mempunyai visi yang kuat untuk mendapatkan hasil yang optimal. Nelayan yang kesehariannya mengandalkan sumber daya laut dengan model tantangan yang sudah dapat diprediksi tentu saja akan sangat berbeda dengan petani yang mempunyai pola yang berbeda serta tantangan yang berbeda pula.

 

Pada sisi yang berbeda, beralihnya profesi dari nelayan laut menjadi petani pada muaranya akan memunculkan konflik baru dimana akan terjadi perebutan sumber daya tanah yang bermuara kepada munculnya konflik antara dua entitas.

Pada sisi ekosistem pukat harimau atau yang lebih disering disebut trawl adalah jenis alat tangkap yang dalam operasinya menyasar ikan-ikan yang berada di dasar laut. Kerusakan terumbu karang adalah hal yang dapat dikatakan pasti terjadi. Hal ini dikarenakan proses penyapuan dasar laut oleh “pisau” trawl akan memangkas semua terumbu karang yang dilewatinya.

No Regional Luas (Ha)
1 Bali 8,837
2 Jawa 67,869
3 Kalimantan 119,304
4 Maluku 439,110
5 Nusa Tenggara 272,123
6 Papua 269,402
7 Sulawesi 862,627
8 Sumatra 478,587
Total 2,517,858

 

Sumber: http://oseanografi.lipi.go.id/haspen/Status%20terumbu%20karang%202017.pdf

Dari tabel tersebut dapat disimpulkan bahwa Sumatera dari total 2,5 juta ha terumbu karang, pulau sumatera memiliki 478.587 ha. Data ini belum cukup untuk menggambarkan bagaimana keberadaan terumbu karang yang memanjang dari Mukomuko sampai dengan Kabupaten Kaur. Namun berdasarkan pengamatan secara visual pada wilayah yang tidak memiliki terumbu karang pada saat pasang surut abrasi terjadi dengan sangat signifikan.

Aktivitas trawl yang membuat tingkat kekeruhan serta terjadi pembongkaran terhadap gugusan terumbu karang yang terpisah akan membuat proses tumbuh kembang terumbu karang terganggu. Bahkan dapat bermuara kepada matinya terumbu karang akibat di gerus maupun tertimbun lumpur.

Berdasarkan fakta-fakta diatas dimana nelayan tradisional semakin terjepit posisi ekonominya, ancaman terhadap kerusakan terumbu karang yang merupakan wilayah tempat berkembang biak biota laut serta yang tidak kalah pentingnya adalah menjadi satu-satunya banteng pertahanan pantai Provinsi Bengkulu dari hantaman ombak besar dari Samudera Hindia.

MARI BERGERAK

Tindakan menyelamatkan sumber daya laut yang dilaksanakan oleh nelayan Propinsi Bengkulu telah menjadi catatan sejarah. Buruknya penegakan hukum telah membuat nelayan tradisional kembali mengambil inisiatif sendiri guna menghentikan aktivitas penggunaan Trawl di perairan laut Bengkulu.

Inisiatif ini diambil karena melihat fakta-fakta dimana semua tindakan yang berhubungan dengan peraturan, pengawasan serta penindakan yang dilakukan pemangku negara dan pihak terkait lainnya belum menunjukan hasil yang nyata.

Atas dasar kenyataan ini, dimana sekarang ini pelaku trawl sudah merajalela sementara nelayan tradisional semakin tersudut, maka lahirlah gerakan nelayan tradisional yang tergabung dalam ALIANSI NELAYAN TRADISIONAL BENGKULU (ANTB) dengan tujuan utama menyelamatkan sumber daya laut.

Untuk mencapai tujuan tersebut maka ANTB meminta kepada:

  1. Gubernur Bengkulu selaku pemegang kekuasaan pemerintahan tertinggi di Provinsi Bengkulu untuk mengambil langkah-langkah tegas guna menghentikan aktivitas pelaku trawl yang beroperasi diperairan laut propinsi Bengkulu
  2. Gubernur Bengkulu memerintahkan jajaran penegak hukum untuk mengusut secara tuntas pemilik trawl yang menjadi akar permasalahan masih beroperasinya alat tangkap ikat trawl di Provinsi Bengkulu

Permintaan ini disampaikan dengan tujuan guna kepastikan penegakan hukum, pembelaan terhadap nelayan tradisional serta menunjukan jatidiri pemerintahan propinsi Bengkulu yang tidak tebang pilih dari penegakan hukum

Jika tidak ada reaksi dari permintaan yang disampaikan, maka kami nelayan tradisional yang tergabung dalam Aliansi Nelayan Tradisional Bengkulu akan bergerak sendiri untuk menyelamatkan sumber penghidupan. Cukup sudah 15 tahun sejak terjadinya konflik terbuka antara nelayan tradisional dengan pelaku trawl kami bersabar.

 

Bengkulu 6 Februari 2018

Atas Nama Pimpinan kolektif: Aliansi Nelayan tradisional Bengkulu

 

Rusman Anton Ade Putra Rosdi M Zon  

Darwan

 

         
Sandes Ibrahim Buyung Eri chaniago Erwan Buyung Marjius Edi Sucipto