I. Latar Belakang
Program pemetaan konflik dan membangun model resolusi konflik serta merumuskan rekomendasi terkait penanganan konflik perkebunan besar kelapa sawit di wilayah pesisir Bengkulu dilaksanakan di dua perusahaan, yaitu PT Agromuko dan PT Agri Andalas. Kegiatan ini dilaksanakan dengan melakukan riset dengan tujuan untuk melihat sejauh mana relasi antara buruh dan perusahaan serta merumuskan resolusi melalui lokakarya pada tingkat warga serta melakukan publikasi dan kampanye media.
Beberapa hal yang penting dan dapat menjadi dasar dalam perumusan agenda selanjutnya adalah, seluas 301.088 hektare dari 1,9 juta hektare wilayah Provinsi Bengkulu adalah hamparan perkebunan sawit dengan rincian perkebunan rakyat seluas 190. 838 ha dan perkebuan besar negara seluas 4.513 ha serta perkebunan besar swasta seluas 105.737 ha. (“ BPS “ Data Dalam Angka/Perkebunan Provinsi Bengkulu diolah). Sementara jumlah tenaga kerja yang diserap perusahaan industri besar dan sedang termasuk perkebunan hanya sebanyak 5.826 orang. Jika dibandingkan dengan jumlah penduduk Bengkulu pada tahun 2014 dengan jumlah 1.828 juta jiwa, maka serapan tenaga kerja di perusahaan perkebunan sawit hanya 0,03 persen. (Data BPS, 2015)
Dalam aspek penguasaan lahan, PT Agro Muko menguasai Hak Guna Usaha (HGU) di pesisir Kabupaten Mukomuko seluas 28.615,00 ha, dan PT Agri Andalas menguasai HGU di pesisir Kabupaten Seluma seluas 10.677 ha. Kedua perusahaan ini mempekerjakan ribuan orang yang berstatus buruh dan karyawan yakni di PT Agro Muko sebanyak 2. 363 orang dan PT Agri Andalas sebanyak 1.173 orang. (Data Disnakertrans 2016; diolah )
Kehadiran dua perusahaan ini telah mengubah struktur sosial masyarakat di sekitar perkebunan. Kesempatan bekerja di perkebunan seperti yang dijanjikan di awal kehadiran perusahaan hanya dinikmati segelintir orang dan kebijakan perusahaan merekrut dan meperlakukan buruh dan karyawan tak sedikit menimbulkan konflik.
Sebagai alat ukur untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan, peneliti mempersiapkan perangkat dan pertanyaan kunci, seperti informasi ketenagakerjaan, proses rekrutmen dan mekanisme pengangkatan, sistem kerja, perlindungan dan kesehatan kerja, upah dan tunjangan kerja, sarekat buruh, serta pemasalahan lainnya terkait relasi buruh dengan perusahaan.
Dari hasil riset, ditemukan adanya praktik-praktik yang diberlakukan perusahaan terhadap buruh yang diduga tidak sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku. Praktik tersebut ditemukan di PT Agro Muko yaitu keberadaan pekerja di luar struktur perusahaan, diskriminasi antara buruh perawatan dan buruh pemanen, lambannya kepengurusan BPJS, upah buruh di bawah UMP, klaim keanggotaan sarekat buruh, hingga munculnya penolakan masyarakat terhadap perusahaan itu, salah satunya dipicu proses rekrutmen tenaga kerja yang tidak transparan. Sementara di PT Agri Andalas juga ditemukan keberadaan pekerja di luar struktur, diskriminasi antara buruh perawatan dan buruh pemanen, sistem rekruitmen tertutup, memperkerjakan istri buruh pemanen tanpa upah, upah buruh di bawah UMP, belum diberi ruang buruh BHL untuk berserikat, dan ada klaim wilayah transmigrasi sebagai HGU perusahaan.
Setelah mendapatkan dokumen yang merupakan hasil kajian, maka selanjutnya dilaksanakankan lokakarya merumuskan resolusi dalam bentuk rekomendasi model kelola terbaik. Kegiatan ini dilaksanakan beberapa kali yaitu di Desa Rawa Indah Kecamatan Ilir Talo Kabupaten Seluma, untuk persoalan yang dialami buruh di PT Agri Andalas, guna membangun input kelompok masyarakat sipil serta desa Air Bikuk Kecamatan Pondok Suguh untuk persoalan yang dialami buruh yang bekerja di PT Agromuko
II. Mereka yang haknya dirampas
a. Buruh Perempuan Desa Air Bikuk Kecamatan Pondok Suguh yang bekerja paruh waktu di perusahaan Agromuko kabupaten Mukomuko.
Perjuangan warga Desa Air Bikuk Kecamatan Pondok Suguh untuk menuntut hak mereka atas lapangan pekerjaan dilakukan dengan demonstrasi. Hasilnya, para buruh perempuan diterima bekerja dengan sistim bergilir setiap bulan. Metodenya, 20 orang buruh perempuan yang bekerja pada bulan pertama akan diganti dengan 20 orang pada bulan berikutnya. Sistim ini sudah berjalan hampir satu tahun. Tidak diketahui dengan pasti apa alasan dari pihak managemen PT Agromuko menerapkan sistem ini.
Sebelum program ini dilaksanakan, informasi tentang mekanisme ini sangat tertutup dan tidak ada media yang melakukan publikasi. Namun pasca kajian dan kampanye yang dilaksanakan, diketahui bahwa perusahaan lebih mengutamakan buruh dari lokasi lain dari pada warga lokal. Hal ini dibuktikan dengan jumlah buruh yang bekerja di PT Agromuko didominasi oleh pendatang. Tindakan yang dilakukan oleh perusahaan dengan mengakomodasi tuntutan warga dengan sistim sebulan kerja– sebulan libur semata-mata untuk menghindari konflik yang lebih luas.
Menyikapi ketidakadilan yang terjadi terhadap buruh perempuan ini, telah dilakukan beberapa tindakan yaitu menyampaikan hasil kajian kepada beberapa pihak seperti PT Agromuko, Sawit Watch dan 11.11.11.
Kemudian, dari lokakarya yang dilaksanakan bersama buruh perempuan di Desa Air Bikuk pada 13 Mei 2018, didapatkan informasi dari buruh perempuan bahwa PT Agromuko sudah mempekerjakan buruh perempuan penuh waktu dengan kata lain sistem sebulan bekerja dan sebulan off sudah dihilangkan. Demikian juga dengan gaji buruh, sebelum Kanopi bersurat ke perusahaan, gaji buruh hanya sebesar Rp62 ribu/hari, setelah proses “intervensi” tersebut gaji buruh harian perempuan PT Agromuko naik menjadi Rp78 ribu.
Namun terlepas dari semua itu, masih ada beberapa hal yang penting untuk didesakkan kepada PT Agromuko yaitu, penyediaan alat perlindungan diri, penyediaan sarana dan prasarana kerja, tunjangan hari besar keagamaan, serta adanya organisasi buruh yang kapabel sebagai pintu komunikasi antara buruh dan perusahaan.
b. Warga Desa Rawa Indah Kecamatan Ilir Talo Kabupaten Seluma Provinsi Bengkulu
Kasus perampasan lahan warga Desa Rawa Indah sejatinya adalah kasus lama yang sudah sangat sulit untuk diurai. Kajian yang dilakukan menunjukan bahwa tidak muncul keberanian dari warga untuk memperjuangkan hak mereka. Kuatnya dominasi perusahaan PT Agriandalas yang mampu mengalahkan lahan yang sama dengan PTPN VII membuat posisi politik warga semakin tertindas. Program ini berkontribusi minimal adanya peta jalan yang akan dilakukan untuk mempertahankan tanah terakhir mereka yang juga berpotensi untuk direbut perusahaan.
Sekarang proses pendampingan masih terus dilakukan dengan tujuan meningkatkan mentalitas warga agar mau berjuang merebut kembali hak mereka atas tanah
1. Buruh perusahaan diwajibkan menyertakan istri dalam bekerja di PT Agriandalas,
Setiap suami diwajibkan membawa istrinya yang bertugas membantu pekerjaan. Pekerjaan para istri ini sudah ditetapkan yaitu membersihkan pelepah sawit dan mengambil butiran buah sawit yang sering disebut “berondol”
Sistim ini diberlakukan dengan cara jika istri mereka tidak ikut bekerja, maka pihak perusahaan akan mencari-cari kesalahan pekerja seperti mencari berondol yang tersisa dan jika ditemukan maka akan dikenakan sangsi berupa pemotongan gaji.
Sistim ini juga direncanakan akan dilakukan complain terhadap perusahaan, dengan melakukan pengiriman surat ke para pemangku kepentingan dan induk perusahaan.
2. Dominasi penguasa yang berkelindan dengan para pengusaha.
Dominasi kekuatan perusahaan yang berafiliasi dengan penguasa membuat berbagai tekanan yang dilakukan guna memastikan hak rakyat atas pekerjaan seperti menghantam tembok. Sebagai contoh permintaan untuk melakukan klarifikasi saja tidak diindahkan oleh perusahaan. Hal ini menunjukan bahwa perusahaan percaya bahwa pemerintah akan melakukan pembelaan terhadap mereka jika terjadi tekanan sebagai akibat pelanggaran yang mereka lakukan.
3. Posisi tawar buruh yang masih lemah dan mudah terpecah belah
Warga yang terhimpit oleh kemiskinan secara struktural membuat mereka hampir tidak bisa keluar dari ruang intimidasi perusahaan. jika ada bagian dari komunitas yang melakukan “pemberontakan” maka dengan mudah dilemahkan dengan memberikan ancaman yang dilakukan oleh orang yang berada dalam lingkaran komunitas itu sendiri (centeng)
4. Issue lingkungan belum menjadi trending topik
Issue lingkungan sampai dengan sekarang ini masih sebatas jargon, terlalu banyak pertentangan dan tingkat kepentingan yang membuat ancaman lingkungan. Fakta kerusakan lingkungan akibat dari aktivitas pengrusakan belum menjadi referensi dalam menjalankan aktivitas perkebunan sawit.
Sabuk hijau yang sudah ditetapkan sebagai cagar alam, juga tidak terhindarkan dari ekspansi perkebunan sawit, begitupun hilangnya daratan akibat intrusi laut di kabupaten Mukomuko juga belum menjadi perhatian khusus pemerintah, yang muncul bahkan adalah tindakan kuratif dengan membangun bendungan penahan gelombang, sementara di banyak tempat model pembangunan DAM seperti ini sudah mulai ditinggalkan.
III. Tantangan
Memperjuangkan hak-hak buruh seperti bekerja pada dua sisi mata uang. Satu sisi ada keinginan untuk memperjuangkan hak-hak atas buruh agar dipenuhi oleh perusahaan, namun pada sisi yang berbeda ancaman terhadap pemutusan hubungan kerja (PHK) dengan berbagai alasan seperti laju produksi yang menurun, tekanan pasar yang mengatur harga komoditas, membuat diperlukan strategi yang baik.
Beberapa kasus ketika perusahaan melakukan tekanan terhadap buruh yang bermuara kepada pengurangan tenaga kerja digunakan oleh kelompok tertentu untuk melakukan tekanan terhadap gerakan masyarakat sipil (NGO) yang memperjuangkan hak mereka. Hal ini dapat menjadi boomerang, bahkan terjadi friksi antara NGO dan kaum buruh.
Selain itu gerakan advokasi buruh juga seringkali menghadapi tekanan dari internal buruh sendiri, karena ada ketakutan akan ancaman perusahaan. Dampaknya, informasi valid sebagai bahan dasar dari advokasi dan kampanye sangat sulit untuk didapatkan.
IV. Dokumentasi
http://esa.or.id/mengulas-kejahatan-korporasi-sawit-di-bengkulu/
http://esa.or.id/aktivis-bengkulu-diskusikan-film-dokumenter-asimetris/
http://reportaserakyat.com/daerah/kanopi-ungkap-persoalan-ketenagakerjaan-di-perkebunan-sawit/
V. Penutup
Studi advokasi ini adalah pekerjaan awal dari rencana kerja panjang dalam menyuarakan hak buruh dan pelestarian lingkungan atas keberadaan perkebunan sawit, PT Agromuko dan Agri Andalas adalah dua perusahaan yang tergabung dalam RSPO, namun dalam prakteknya ditemukan beberapa hal yang dipandang sebagai tindakan tidak pantas dan menjadi cermin buruk dari aktivitas perkebunan sawit di Provinsi Bengkulu.
Menjadi pekerjaan rumah yang harus segera dikerjakan agar posisi politik buruh meningkat, visi keberadaan perusahaan menguntungkan masyarakat harus diubah menjadi keberadaan masyarakat lokal justru menguntungkan perusahaan.