LEBONG TANDAI,

OPTIMALISASI FUNGSI SUMBER DAYA GUNA PEMENUHAN KEBUTUHAN HIDUP

Oleh: Kanopi Bengkulu

 

Sekilas Lebong Tandai

Lebong Tandai adalah wilayah pertambangan emas yang masih beroperasi hingga kini. Sejak periode kolonial Belanda, wilayah ini sudah diekploitasi. Hal ini dibuktikan dengan adanya bangunan yang dibuat pada 1921.

Desa yang berbatasan langsung dengan Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) ini masuk daerah yang tak bertuan, tidak ada atas hak yang syah bagi masyarakat sebagai penghuni desa. Sejak disahkan sebagai desa dengan total luasan lebih kurang 2.300 Ha, Area peruntukan lain (APL) sampai dengan sekarang tidak ada pemilik yang pasti. Hampir seluruh warga yang tinggal di Lebong Tandai mendiami perumahan eks perusahaan tambang mulai dari tambang jaman Belanda (Mijnbouw Matschappij Simau), perusahaan tambang rakyat, PT Lusang Mining sampai dengan PT Lebong Tandai.

Hal yang menarik di Lebong Tandai adalah, mulai dari awal proses pertambangan ini sepertinya sudah dikelola dengan tata ruang cukup baik. Hal ini dibuktikan dengan dibangunnya bendungan penampung air bersih dengan membangun terowongan yang menembus bukit guna mengalirkan air bersih yang berasal dari sungai Lusang. Selain itu juga dibangun satu terowongan yang berada di bawah permukiman guna menyatukan aliran Sungai Lusang dan Sungai Gelumbuk. Bendungan tersebut digunakan sebagai pembangkit tenaga listrik yang digunakan untuk memenuhi semua kebutuhan, mulai dari kebutuhan rumah tangga sampai operasional pertambangan.

Dengan pendekatan sosio kultur, penduduk yang mendiami Lebong Tandai terbagi dalam dua bagian besar, pertama mereka yang disebut penduduk desa Lebong Tandai dan mereka yang disebut pendatang. Penduduk Lebong Tandai ditandai sebagai penduduk yang memiliki kartu tanda pengenal (KTP) setempat. Jumlah mereka sekitar 180 KK, yang tersebar di desa Lebong Tandai dan Dusun Air Nuar. Sementara pendatang adalah orang-orang yang tinggal di Lebong Tandai dan bekerja sebagai penambang. Jumlah mereka sekarang ini tidak kurang dari 350 orang.

Namun terlepas dari pendekatan tersebut, mayoritas masyarakat yang tinggal adalah masyarakat yang berasal dari Sunda, mereka ada yang datang sejak zaman kolonial Belanda, dan ada  pula yang datang kemudian.

 

Kondisi Kekinian

Dari jumlah produksi diperkirakan minimal 3 kilogram emas keluar dari Lebong Tandai setiap bulannya. Hal ini asumsikan dari jumlah penambang yang beraktivitas sekitar 500 orang, dimana masing-masing orang perharinya mendapatkan 3 sago (10 sago = 1 gram emas) perhari.

Semua aktivitas penambangan pasca pengambilan batuan emas, dilakukan dengan menggunakan air sebagai tenaga penggerak mesin penghancur batu dan gelundung yakni alat untuk menghaluskan dan memisahkan emas dengan bebatuan.

Harga dasar emas di tingkat desa berkisar Rp470 rb. Setiap penambang mampu mendapat 5 hingga 6 gram emas dengan kadar 40 – 50 persen sehingga hasil rata-rata penambang berkisar Rp700 rb hingga Rp1 juta per minggu.

Rencana pembangunan Jalan

Desa Lebong Tandai saat ini hanya dapat diakses menggunakan transportasi tua peninggalan Belanda yakni kereta lori yang diberi mesin. Kualitas rel kereta yang sudah usang dan rusak di beberapa bagian membuat transportasi ini dapat membahayakan keselamatan penumpangnya.

Berdasarkan hasil diskusi dengan masyarakat Lebong Tandai, Selama ini rel kereta ini diperbaiki secara swadaya oleh warga labong tandai ada beberapa jembatan yang pernah ambruk akibat longsor dan diperbaiki dengan mendapatkan dukungan dari pemerintah tapi dalam pengerjaannya juga dilaksanakan oleh warga Lebong Tandai.

Pada sisi yang berbeda, rel yang mulai dibangun pada zaman kolonial dan diperbaiki pada masa aktivitas PT Lusang Mining itu tidak terdaftar sebagai aset negara. Atas kondisi ini wajar saja jika rel ini luput dari perhatian negara.

Kondisi jalur kereta yang tidak memadai mendasari pemerintah bersama dengan PT Anugerah Pratama Inti (API) berinisiatif untuk membangun jalan alternatif yang dapat dilewati oleh kendaraan roda dua maupun roda empat. Jalan ini rutenya masih diperdebatkan, pihak pemerintah desa Lebong Tandai meminta jalan yang menghubungkan Napal Putih – Lebong Tandai melewati Sungai Landai, jalan ini sendiri rutenya melakukan penyisiran terhadap jalur rel kereta yang sudah ada. Akan tetapi pihak PT API berkeinginan untuk membangun jalan logging yang menghubungkan antara wilayah konsesi mereka (HPT Lebong Kandis) Menuju “Sungai Nuar” yang merupakan perkampungan para penambang yang berjarak lebih kurang 6 KM dari Lebong Tandai. Sampai dengan sekarang ini belum ada kesepakatan antara warga dengan PT API dalam mengimplemtasikan rencana pembangunan jalan ini.

Namun terlepas dari rencana tersebut, bebeberapa hal yang perlu dipertimbangkan adalah:

  1. Lebong Tandai sampai dengan sekarang ini masih relatif aman, karena satu-satunya alat transportasi adalah “lori”. Dengan alat transportasi seperti ini perambahan yang terjadi di taman nasional kerinci seblat dan wilayah penyangganya relatif masih dapat dikontrol.
  2. Wilayah Lebong Tandai merupakan area peruntukan lain yang berbatasan langsung dengan taman nasional dan menjadi area penambangan emas, jalur transportasi ini membuat Lebong Tandai menjadi wilayah yang relatif aman. Hal ini disebabkan oleh aktivitas penambangan masih menggunakan alat yang sederhana. Adanya media transportasi lain, akan sangat memungkin terjadinya eksodus para penambang dengan menggunakan alat berat.
  3. Jumlah penambang relatif masih sedikit dan didominasi oleh dua kelompok saja. Diperkirakan jika ada jalur transportasi maka diperkirakan akan mengundang kelompok lain untuk melakukan aktivitas penambangan. Muaranya dapat diperkirakan akan memunculkan konflik horizontal antara warga Lebong Tandai. Sekarang ini saja, sudah mulai muncul bibit-bibit konflik laten antara warga Lebong Tandai dengan warga yang diberi “cap”sebagai pendatang.

Sekarang ini kondisi HPT Lebong Kandis yang seharusnya menjadi wilayah ekologi penting berada pada kondisi yang kritis, perambahan ditengarai sebagai penyebab utama dari laju kerusakan ini. Aktivitas pembangunan jalan penghubung yang akan melewati HPT Ini dapat dijadikan momementum bagi banyak pihak untuk merambah wilayah ini.

Diperlukan kajian yang mendalam dari setiak tindakan pembangunan dengan harapan muaranya tidak meningkatkan potensi risiko bencana yang semakin besar.

Sumber Listrik dan air bersih yang belum di sentuh

Pada periode kolonial dan Napal Putih menjadi pusat kerisidenan. Sebagai pusat pemerintahan, diperlukan dukungan sarana dan prasarana yang memadai. Begitupun dengan listrik. Pembangunan bendungan di “tokorotan” sumber air bersih katalima, serta penyatuan alur sungai gelombuk dan sungai lusang, merupakan bukti bahwa pemenuhan kebutuhan listrik dan air bersih sudah menjadi skala prioritas.

Namun dalam perjalannya, hal ini sepertinya belum menjadi skala prioritas bagi negara untuk mengoptimalkan pemenuhan kebutuhan baik air bersih maupun listrik. Kecamatan Napal putih masih mengandalkan pembangkit listrik tenaga diesel yang kotor serta biaya tinggi, Air bersih masih menggunakan sumur dan mengandalkan distribusi dari luar.

Sumber air katalima, sekarang ini dijadikan oleh warga sebagai sumber energi listrik dengan mengalirkan air melalui pipa besar menuju pemukiman masing-masing. Hampir setiap rumah mempunyai sumber listrik sendiri. Tidak kurang dari 50 unit pembangkit sederhana dibuat secara swadaya oleh warga. Tidak ada koordinasi yang jelas terkait manajemen penggunaan air Katalima ini, semua berjalan secara individu, penggunaan listrik secara individu ini tentu saja adalah bagian dari pemborosan energi, sementara wilayah lain kondisi listriknya mengenaskan karena seringnya terputus daya dari gardu induk.

Bendungan “gelumbuk”sampai dengan sekarang ini belum digunakan sama sekali, bahkan ada kecenderungan membahayakan bagi keselamatan warga.

Untuk mengantisipasi hal ini pemerintah desa Lebong Tandai, melakukan pemindahan jalur sungai dengan tujuan untuk mengantisipasi terjadinya terjangan air yang dapat bermuara kepada runtuhnya jembatan penghubung antar wilayah pemukiman.

Rekomendasi

  1. Pembangunan jalan antara Napal Putih baik menuju sungai landai maupun Sungai Nuar perlu kajian yang lebih lengkap. Hal ini diperlukan guna mengantisipasi kerusakan wilayah penyangga kehidupan akibat dari perubahan bentang alam lebong kandis sebagai akibat pembangunan yang akan dilaksanakan
  2. Lebong Tandai, sebagai wilayah pertambangan rakyat harus segera disusun model pengelolaannya, legalisasi aset, serta pengorganisasian rakyat guna memastikan keselamatan rakyat di masa depan.
  3. Mendorong peningkatan kualitas rel kereta yang akan menjadi sarana utama jalur transportasi
  4. Meningkatkan fungsi potensi sumber daya (air) sebagai pemasok utama energi listrik di kecamatan napal putih dan sumber air minum.