Pemerintah Provinsi Bengkulu bersama Forum Komunikasi Pimpinan Daerah melegalkan aktivitas pemungutan limpasan batu bara di Sungai Bengkulu seperti yang dikutip dari salah satu media online https://www.bengkulunews.co.id/aktivitas-pemungutan-limpasan-batu-bara-sungai-dilegalkan pada 28 September 2022.

Dengan keputusan ini maka pemerintah dan aparat penegak hukum secara tidak langsung telah melegalkan buruknya model pertambangan batu bara di hulu Sungai Bengkulu sehingga memproduksi begitu banyak limbah atau limpasan yang dibuang ke dalam sungai.

Dalam persoalan ini pemerintah daerah telah gagal atau sengaja tutup mata dengan praktik penambangan batu bara yang serampangan selama bertahun-tahun sehingga mereka dengan bebas membuang limbah pencucian batu bara ke Sungai Bengkulu sehingga memperburuk sedimentasi atau pendangkalan sungai.

Dengan keputusan ini lemahnya pengawasan dan penindakan terhadap aktivitas penambangan yang tidak taat aturan lingkungan semakin terbukti. Pernyataan dari para pihak tersebut juga membenarkan bahwa memang batu bara yang ada di dalam sungai berasal dari tambang yang ada di hulu sungai.

Padahal, perusahaan seharusnya tidak melakukan pembuangan limbah ke sungai dengan keadaan batubara ikut terbawa. Limbah yang dibuang adalah yang sudah melalui proses pengendapan sehingga yang dibuang berupa air yang tidak membawa butiran batu bara.

Berdasarkan data Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) terdapat delapan izin usaha pertambangan batu bara di hulu Sungai Bengkulu. Dari delapan perusahaan tersebut lima sedang aktif yakni PT Ratu Samban Mining (ada 2 IUP), PT Bengkulu Bio Energi, PT Inti Bara Perdana, PT Kusuma Raya Utama, dan PT Griya Pat Petulai. 

Sedangkan PT Danau Mas Hitam izin usaha pertambangannya sudah habis sedangkan dua perusahaan belum beroperasi kembali yaitu PT Cipta Buana Seraya dan PT Bara Mega Quantum.

Saat ini pula ada 6.000 pelanggan PDAM kota Bengkulu masih menjadikan air Sungai Bengkulu sebagai sumber air baku. Padahal, berdasarkan penelitian analisis kualitas air sungai sub DAS hilir sungai Bengkulu tercemar berat berdasarkan indeks storet sungai bagian hulu, tengah hilir (Supriyono.2015).

Direktur Program dan Kampanye Energi Kanopi Hijau Indonesia, Olan Sahayu menyatakan justru seharusnya pemerintah menindak perusahaan tambang yang tidak taat terhadap kaidah keselamatan lingkungan.

“Proses pelegalan ini menunjukan bahwa pemerintah tidak becus melakukan pengawasan kepada perusahaan tambang yang seenaknya saja membuang limbah sedimen maupun butiran bekas galian ke sungai,” kata Olan.

Ia pun menilai pelegalan masyarakat yang mengumpulkan batu bara di sungai tidak menyelesaikan persoalan pendangkalan sungai, banjir, kualitas air sungai yang rusak jika proses ekploitasi serampangan pertambangan batu bara di hulu tidak dihentikan.

Untuk itu, ia mendesak pemerintah untuk melakukan evaluasi dan penindakan tegas kepada perusahaan tambang batubara yang ada di hulu Sungai Bengkulu.