Kepada: kawan-kawan pejuang lingkungan Di Sumatera
========Mempertanyakan Urgensi Pengembangan PLTU di Pulau Sumatera==========
Salam perjuangan!!!
Dunia sudah memakai batu bara sebagai sumber energi sejak beratus tahun lalu. Penemuan mesin uap oleh James Watt yang dipatenkan pada 1769 sangat berperan dalam pertumbuhan penggunaan batu bara. Sehingga, riwayat penambangan dan penggunaan batu bara tidak dapat dilepaskan dari sejarah revolusi industri, terutama terkait dengan produksi besi dan baja, transportasi kereta api dan kapal uap.
Dampak “industrialisasi” itu pun kini terasa. Pembakaran fosil guna menghasilkan energi menjadi biang kerok dari pemanasan global yang mengakibatkan suhu bumi meningkat dan memicu perubahan iklim yang berpengaruh negatif pada lingkungan dan menurunkan kualitas hidup semua mahluk di planet.
Mengutip data Badan Energi Internasional (IEA), bahan bakar fosil batu bara menyumbang 44 persen dari total emisi karbon global. Karena itu, Konferensi Perubahan Iklim (Conference of the Parties/ COP) di Paris pada akhir 2015 mengamanatkan negara-negara peserta, termasuk Indonesia untuk mengurangi suhu global di bawah 2 derajat celsius.
Salah satu caranya, mengurangi konsumsi energi berbasis fosil, termasuk batu bara adalah pengurangan energi fosil dibarengi dengan peningkatan penggunaan energi terbarukan yang lebih ramah lingkungan.
Adalah dua negara yakni Tiongkok dan India yang melakukan pertobatan dari penggunaan energi kotor baru bara. Kedua negara ini secara bertahap meninggalkan batu bara dan mengembangkan energi terbarukan, terutama panel surya
Bukan karena terikat Perjanjian Iklim Paris, kedua negara ini bertobat karena sudah merasakan dampak mengerikan dari pembakaran batu bara. Polusi di Kota Beijing, China memasuki titik nadir hingga memaksa pemerintah setempat mengurangi konsumsi batu baranya dengan menutup beberapa pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara.
(https://finance.detik.com/energi/3385763/kurangi-polusi-china-tekan-konsumsi-batu-bara, http://kbr.id/07-2014/tiongkok_tutup_pltu_batubara_untuk_kurangi_polusi/11871.html, http://www.antaranews.com/berita/618931/pembangkit-bertenaga-batu-bara-terbesar-beijing-tangguhkan-operasi)
India pun menyadari PLTU bukan merupakan arah pembangunan yang tepat, terkait kualiatas udara yang sangat buruk. Negara ini mengurangi batu bara dan membangun pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) dengan kapasitas 15.000 MW.
(https://www.vice.com/id_id/article/9aedvz/harga-listrik-tenaga-surya-di-india-cetak-rekor-termurah, http://properti.kompas.com/read/2016/12/04/230000721/ungguli.amerika.india.bakal.punya.plts.terbesar.sejagat.raya.
Sementara Indonesia yang ikut menandatangani Perjanjian Paris berkomitmen menurunkan emisi gas rumah kaca sebesar 29 persen dari level “business as asual” pada 2030 dan meningkat menjadi 41 persen dengan dukungan dunia internasional.
Namun, komitmen ini dipertanyakan seiring terbitnya kebijakan penambahan 35.000 MW listrik pada 2019 di mana sebesar 60 persen masih bersumber dari batu bara.
Kawan-kawan masyarakat sipil
Tentang Relasi Ekonomi
Pendekatan ekonomi dengan asumsi pertumbuhan mencapai 7,54 persen menjadi pemicu penambahan daya ambisius 35.000 MW yang ditargetkan terpenuhi pada 2019. Padahal pertumbuhan ekonomi pada 2016 saja, dari target pertumbuhan 6,06 persen, hanya mampu diraih sebesar 5,5 persen. Kondisi ini berarti akan ada kelebihan daya yang tidak terpakai tapi harus dibayar oleh keuangan negara melalui PT PLN.
Kondisi ini telah dikhawatirkan sejumlah pihak bahwa PT PLN akan menanggung beban keuangan yang tinggi hingga terancam membangkrutkan perusahaan negara itu. Bahkan Menteri Keuangan sudah bersurat ke Menteri BUMN, Menteri ESDM dan Direktur PT PLN memperingatkan kondisi keuangan PT PLN. (https://economy.okezone.com/read/2017/09/29/320/1785369/business-shot-peringatkan-kondisi-keuangan-pln-sri-mulyani-surati-menteri-jonan-dan-rini, https://www.jawapos.com/read/2017/09/27/159655/baca-nih-penjelasan-jonan-soal-proyek-listrik 35-ribu-mw,https://finance.detik.com/energi/3660358/kenapa-sri-mulyani-sangat-was-was-dengan-utang-pln)
Atas kondisi ini, PT PLN seharusnya menghentikan proyek PLTU yang belum kadung dibangun. Seperti analisis mantan Menko Perekonomian, Rizal Ramli yang memprediksi akan ada kelebihan kapasitas listrik 21.331 MW bila proyek 35.000 MW tetap ngotot dibangun.
Dalam dokumen Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PT PLN tahun 2017-2026, pemerintah merancang pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batu bara di Jawa, Pulau Sumatera dan Kalimantan.
Di Pulau Sumatera, pembangunan PLTU batu bara akan ditambah di delapan provinsi yakni Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Bangka Belitung, Jambi, Riau, Kepulauan Riau, Lampung dan Bengkulu dengan daya mencapai 7.925 MW.
Lebih spesifik, Sumatera bagian Selatan (Bengkulu, Sumatera Selatan dan Jambi) diproyeksikan menjadi “sarang” PLTU batu bara dengan kapasitas 4.690 MW dari 7.925 MW daya yang akan ditambah di Pulau Andalas ini.
Sementara kondisi kelistrikan di Pulau Sumatera dalam RUPTL tersebut, beban puncak berada pada angka 6.434 MW, kapasitas terpasang 10.244 MW dengan daya mampu berada pada angka 8.850 MW, dengan kata lain terdapat kelebihan daya sekira 2.000 MW.
Kemudian dengan asumsi tanpa PLTU batu bara, PT PLN akan menambah setrum di Pulau Sumatera sebesar 13.090 MW. (Kondisi kelistrikan Pulau Sumatera dapat dilihat dalam table 1)
Sumber : data diolah dari dokumen Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PT PLN 2017-2026
Menjadi pertanyaan penting penambahan PLTU Batubara yang dilakukan sebesar 7.925 MW akan digunakan untuk apa?, diperlukan kajian yang dalam sebagai basis argumentasi kuat sebagai justifikasi proyek ini. Analisis berdasarkan pertumbuhan ekonomi sejatinya sudah dapat dipatahkan dengan ketidakmampuan negara mewujudkan hal ini, begitupun dengan daya beli konsumen listrik dimana masing-masing daerah mengalami peningkatan yang berbeda.
Atas dasar fakta di atas, dimana beberapa pernyataan politik yang menyatakan bahwa pulau jawa tidak akan menjadi tempat lagi dalam pembangunan pembangkit listrik, maka PLTU Batubara yang selama ini berada dikawasan pesisir, dipindahkan ke wilayah sumatera dan Kalimantan dengan penempatakan pembangkit yang berdekatan dengan sumber bahan baku (Batubara).
Proyek PLTU mulut tambang yang sekarang sedang didengungkan sejatinya akan diperkirakan berdampak buruk bagi keselamatan lingkungan. Sekarang ini saja dengan adanya penambangan telah memberikan pengaruh yang signifikan terhadap lingkungan dan mengancam keselamatan mahluk hidup. Untuk itu, saatnya bagi kita untuk bersama-sama melakukan perlawanan dari rencana ambisius negara untuk membangun pembangkit listrik tenaga batubara.
Tentu saja perlawanan ini tidak akan dapat berjalan dengan baik tanpa komunikasi yang baik diantara masyarakat sipil. untuk itu beberapa agenda penting yang menurut kami penting untuk disuarakan sekarang ini adalah:
- Meminta kepada masing-masing pemangku negara di tiap-tiap propinsi untuk menghentikan rencana pembangunan PLTU Mulut tambang dan PLTU Batubara lainnya.
- Melakukan penguatan komunitas dimana mereka adalah kelompok yang akan menjadi korban pertama kali dari setiap dibangunnya PLTU Batubara
- Secara massive mengelola pengetahuan tentang dampak buruk PLTU batubara berdasarkan karateristik wilayah masing-masing, dengan cara menyuarakan pengaruh buruk PLTU Batubara yang sekarang ini sudah dirasakan serta menyampaikan prakiraan dampak buruk dari PLTU yang sedang dan akan dibangun.
Demikian Surat terbuka ini dibuat dengan harapan kita dapat bersama-sama melawan ekspansi pembangunan PLTU Batubara yang sekarang ini sedang dilaksanakan.
Bengkulu, Oktober 2017.
Ali Akbar
Ketua kanopi Bengkulu
Daya Mampu | Penambahan (Minus PLTU) | Eksisting PLTU BB | Penambahan PLTU BB | |||||
1 | Aceh | 494 MW | 601 MW | 534 MW | 2.237 MW | 220 MW | PLTU Meulaboh (400 MW-Rencana) | |
2 | Sumut | 1.732 MW | 3.300 MW | 2.821 MW | 5.313 MW | 670 MW | Pgkalan Susu 3-4 (400 MW-Konstruksi) | |
Sumut-1 (300 MW-Konstruksi) | ||||||||
Nias (21 MW-Rencana) | ||||||||
Sumut -2 (600 MW-Rencana) | ||||||||
3 | Riau | 920 MW | 708 MW | 637 MW | 825 MW | 220 MW | Tembilahan (14 MW-Konstruksi) | |
PLTU MT Riau-1 (600 MW-Rencana) | ||||||||
4 | Kep Riau | 151 MW | 469 MW | 247 MW | 427 MW | 58 MW | Tanjung Pinang-3 (60 MW-Rencana) | |
Tj Balai Karimun-1 (40 MW-Rencana) | ||||||||
5 | Babel | 181 MW | 378 MW | 340 MW | 275 MW | 93 MW | Bangka 1A (100 MW-Rencana) | |
Bangka 1B (100 MW-Rencana) | ||||||||
6 | Sumbar | 575 MW | 804,9 MW | 743 MW | 847 MW | 402 MW | – | |
7 | Jambi | 430 MW | 454 MW | 439 MW | 707 MW | – | PLTU MT (2 X 600 MW-Rencana) | |
8 | Sumsel | 889 MW | 2.241 MW | 2.076 MW | 897 MW | 1.267 MW | MT Sumsel-1 (600 MW-PPA) | |
MT Banyuasin (240 MW-PPA) | ||||||||
MT Sumbagsel-1 (300 MW-Rencana) | ||||||||
MT Sumsel-6 (600 MW-Rencana) | ||||||||
MT Sumsel ekspansi (350 MW-Rencana) | ||||||||
MT Sumsel-8 (1.200 MW-PPA) | ||||||||
MT Sumatera-1 (600 MW-Rencana) | ||||||||
9 | Bengkulu | 204 MW | 298 MW | 192 MW | 685 MW | – | Teluk Sepang (200 MW-PPA) | |
10 | Lampung | 858 MW | 991 MW | 821 MW | 877 MW | 477 MW | – | |
Jumlah | 6.434 MW | 10.244 MW | 8.850 MW | 13.090 MW | 3.407 MW | 7.925 MW |
Sumber : data diolah dari dokumen Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PT PLN 2017-2026