Kanopi – “Ngurus sampah saja tidak becus, bagaimana mengurus yang lain”. Begitu bunyi ocehan salah seorang undangan dalam debat kandidat calon wali kota dan wakil wali kota Bengkulu pada 21 Juni 2018 malam.
Debat digelar di salah satu aula pertemun hotel yang cukup ternama di Kota Bengkulu. Memang debat ketiga atau debat terakhir ini, salah satu tema yang diulas adalah persoalan lingkungan hidup, selain masalah korupsi, narkoba hingga masalah pemberdayaan perempuan.
Sekilas memang materi yang dibahas terlalu luas, semua tema cukup berat dan butuh penjabaran yang komprehensif meski dua topik yaitu korupsi dan narkoba dominan menjadi kewenangan penegak hukum, tapi setidaknya para kandidat memiliki perencanaan dan target untuk menekan kedua kasus itu.
Tapi bukan soal korupsi dan narkoba yang jadi ulasan dalam opini ini, melainkan persoalan lingkungan hidup yang nyata-nyata di depan mata. Sayangnya, baik penyusun materi maupun kandidat baru memahami lingkungan hidup sebatas sampah berserakan di sudut-sudut kota bahkan di kawasan wisata Pantai Panjang.
Pemahaman sempit bahkan dari tim perumus materi ini membuat harapan akan perbaikan kualitas lingkungan hidup di Kota Bengkulu semakin “jauh panggang dari api”.
Memang sampah harus diatasi, tapi sudah bertahun-tahun isu ini seolah tanpa solusi dan hari ini masih menjadi perdebatan. Sayangnya, dari pemaparan keempat kandidat soal penanangan sampah juga tidak konkrit karena persoalan ini hanya dipandang di hilirnya saja. Padahal, urusan sampah adalah hulu hingga hilir, semuanya perlu diintervensi bila tidak ingin berlaku layaknya pemadam kebakaran.
Debat terakhir yang seharusnya mampu memberikan gambaran tentang program pasangan calon untuk mengatasi krisis lingkungan di Kota Bengkulu tidak terjawab. Krisis lingkungan di Kota Bengkulu sudah menjadi bagian hidup masyarakat kota seperti langganan banjir di Kelurahan Tanjung Jaya dan Semarang akibat luapan Sungai Bengkulu.
Bahkan, pencemaran Sungai Air Bengkulu akibat pertambangan batu bara padahal masih digunakan sebagai bahan baku air bersih yang disalurkan PDAM Kota Bengkulu sepertinya tidak dianggap soal.
Batu bara pun menjadi biang kerok kerusakan jalan-jalan provinsi hingga jalan negara dan kabupaten. Belum lagi penumpukan batu bara di area Pelabuhan Pulau Baai yang serampangan hingga meluber ke laut tidak dihiraukan. Ada pula proyek penghasil listrik berbahan batu bara di Pulau Baai yang akan mencemari udara yang dihirup warga Kota Bengkulu dan sebagian warga Kabupaten Seluma.
Bahkan penggunaan alat tangkap terlarang pukat harimau di perairan Bengkulu yang meluluhlantakkan ekosistem terumbu karang juga tidak dipandang sebagai soal yang harus dijawab. Lalu pertanyaan besarnya, apa yang bisa diharapkan dari kandidat pemimpin Kota Bengkulu ini?
Selamat memilih warga Kota Bengkulu!