Bentang alam

Beberapa sungai yang berada di kabupaten seluma khusunya di Daerah Aliran Sungai (DAS) Kungkai seperti Sub DAS sungai sindur, Sungai Kungkai Hulu, Sungai Kungkai Hilir dan Sungai Ngalam hanya mempunyai 1 muara. Dimana  sungai sindur, Sungai Kungkai Hulu, Sungai Kungkai Hilir dan Sungai Ngalam memiliki muara yang di sebut muara sungai sindur.  Sungai tersebut hulunya berada di dalam kawasan Taman Buru Semidang Bukit Kabu dan Hutan Lindung Bukit Sanggul.

Peta1Hutan lindung Bukit sanggul berdasarkan SK menteri kehutanan  No  784 2012  seluas  74.152,51 ha dari total luasan wilayah seluma  memiliki HL bukit sanggul seluas  66,129,78 ha. Selain itu, guna mendukung proses penyangga kesetimbangan ekologis, Pemerintah berdasarkan SK yang sama  menetapkan kawasan semidang bukit kabu sebagai taman buru seluas  9.207,53 ha dengan total yang diperuntukan bagi seluma seluas 5.415,13 ha.

Fakta Hulu

Hulu Sungai Sindur adalah bukit barisan. Umumnya kondisi topografi tanahnya yang curam dan bergelombang dengan kemiringan lahan di atas 45°. Dengan panjang sungai sindur yang hanya 27,5 km, maka dampak dari aktivitas dapat dirasakan pada hari itu juga.

Dari luasan kawasan hutan yang berada di hulu sungai DAS Kungkai saat ini kondisinya berada pada kondisi terdegradasi. Taman Buru Semidang Bukit Kabu berdasarkan hasil analisa citra satelit tahun 2015, menyatakan bahwa hampir seluruhnya sudah berubah fungsi menjadi wilayah perkebunan. Sementara HL bukit Sanggul dari total luasan, sekarang ini telah mengalami kerusakan hutan tidak kurang dari 35%.

Faktor  penyebabnya utama dari kerusakan kawasan hutan ini selain disebabkan oleh lemahnya tingkat pengawasan pemangku kepentingan juga disebabkan oleh tuntutan wilayah subur yang menjadi andalan petani. Kultur petani Selatan Bengkulu yang memiliki tipologi mencari kawasan baru dalam untuk digunakan area perkebunan. Pungkasan kehancuran DAS Kungkai dimana Sungai sindur adalah bagian dari DAS tersebut adalah adanya beberapa perkebunan sawit swasta dan pertambangan batu bara

Peta2Akibat dari alih fungsi lahan dan menurunnya tutupan kawasan hutan di hulu DAS Kungkai, sepanjang aliran sungai yang melintasi pemukiman warga hingga ke muara  sungai sindur telah ditetapkan menjadi daerah rawan bencana banjir dan longsor. Ini dikuatkan lagi dengan meluapnya sungai sindur yang merendam pemukiman warga pada 29 mei 2016 dan tidak mampunya alur muara sungai sindur membendung luapan sungai di akibatkan pendangkalan alur muara.

Fakta menyatakan bahwa tutupan kawasan hutan di hulu DAS Kungkai telah beralih fungsi menjadi perkebunan dan pertambangan. Ini di kuatkan dengan telah habisnya kawasan hutan Taman Buru Semidang Bukit Kabu menjadi perkebunan masyarakat.

Peta3

Faktor yang mendukung kerusakan kawasan hutan di kabupaten seluma :

  1. Akibat eksploitasi perusahan perkebunan sawit dan pertambangan.
  2. Maraknya pembukaan kawasan hutan dan daerah sempadan sungai

Akses menuju kawasan hutan, Jalan tambang merupakan salah satu akses bagi perambah. Jika lokasi tambang semakin ke dalam kawasan hutan maka kegiatan perambah juga akan semakin ke dalam, bahkan kegiatan perambahan dapat mereka lakukan beberapa kilometer lebih jauh lagi dari lokasi yag tersedia jalan.

  1. Kebutuhan warga sekitar hutan yang di akibatkan kemiskinan
  2. Kurangnya pendidikan dan pemahaman masyarakat perambah terkait kawasan hutan
  3. Kurangnya pengawasan terhadap kawasan hutan
  4. Tidak tegasnya aturan terkait kehutanan dan regulasi yang ada
  5. Adanya wilayah pemukiman masyarakat didalam kawasan

Fakta Hilir

Kabupaten Seluma beriklim tropis karena jarak Bukit Barisan dengan Samudera Indonesia sangat dekat sehingga pengaruh angin laut lebih terasa bila dibandingkan dengan angin barat.Suhu udara rata-rata maksimum antara 31°C sampai dengan 33°C dan rata-rata suhu minimum antara 22°C sampai dengan 23°C, sedangkan kelembaban rata-rata antara 80 – 88%, curah hujan rata-rata dalam satu tahun adalah 298,8583 mm.Hari hujan di Kabupaten Seluma sepanjang tahun rata-rata mencapai 12 hari hujan per bulan dengan curah hujan sebesar 7,2 mm.

Jumlah hari hujan terbanyak berada di Bulan Maret dan Desember yakni 16 hari dengan curah hujan masing-masing sebesar 9,8 mm dan 6,3 mm. Sedangkan jumlah hari hujan terendah terjadi di Bulan Juli yakni 6 hari dengan curah hujan sebesar 4,4 mm.

Dengan melihat pola hujan demikian, dan sesuai dengan pola iklim global, maka wilayah Kabupaten Seluma ini tergolong kepada wilayah dengan Iklim Tropis Basah yang relatif tanpa musim kering. Dengan tipe iklim tropis basah ini, maka potensial bagi pengembangan pertanian. Namun di lain pihak dengan karakter topografi/ morfologi wilayah di atas, sangat penting adanya kawasan lindung berupa kawasan yang memberikan perlindungan kawasan bawahannya khususnya kawasan hutan lindung dan kawasan resapan air.

Model iklim yang dijadikan acuan oleh projek IPCC menunjukkan suhu permukaan global akan meningkat 1.1 hingga 6.4 °C(2.0 hingga 11.5 °F) antara tahun 1990 dan 2100. Perbedaan angka perkiraan itu disebabkan oleh penggunaan skenario-skenario berbeda mengenai emisi gas-gas rumah kaca pada masa mendatang, serta model-model sensitivitas iklim yang berbeda. Walaupun sebagian besar penelitian terfokus pada periode hingga 2100, pemanasan dan kenaikan muka air laut diperkirakan akan terus berlanjut selama lebih dari seribu tahun walaupun tingkat emisi gas rumah kaca telah stabil. Ini mencerminkan besarnya kapasitas kalor lautan.

Meningkatnya suhu global diperkirakan akan menyebabkan perubahan-perubahan yang lain seperti naiknya permukaan air laut, meningkatnya intensitas fenomena cuaca yang ekstrem, serta perubahan jumlah dan pola presipitasi. Akibat-akibat pemanasan global yang lain adalah terpengaruhnya hasil pertanian, hilangnya gletser, dan punahnya berbagai jenis hewan.

Sungai di Kabupaten Seluma seperti kebanyakan sungai di wilayah pantai barat Bengkulu yang berpantai Landai, memiliki fenomena alam yang disebut “penutupan muara” tertutupnya muara (Bendungan) ini disebabkan oleh perbedaan ketinggian antara air laut dengan permukaan sungan. Akibatnya adalah terjadinya sedimentasi pasir yang bergerak dari laut ke mulut muara. Bendungan ini akan pecah dengan sendirinya ketika permukaan air sungai lebih tinggi dari permukaan air laut.

Namun Sekarang ini akibat dari pemanasan global yang telah menyebabkan naiknya permukaan air laut telah berdampak kepada perbedaan permukaan air laut dengan permukaan air Sungai semakin tinggi. Bendungan semakin tinggi dan Muara tertutup dalam waktu yang relatif lama. Air yang tidak memiliki pintu keluar telah menyebabkan terjadinya genangan disekitar bantaran sungai. Luapan air sungai ini telah menyebabkan tergenangnya wilayah pemukiman, pertanian dan fasilitas warga lainnya.

Banjir 29 Mei 2016

Dari sudut penggunaan ruang wilayah-wilayah terdampak, secara umum banjir menggenangi 123 rumah warga yang terendam setinggi 20 cm – 1 meter dari jumlah total 197 rumah, 5 ha areal persawahan yang berada di sempadan sungai.  Tentunya banjir ini mengakibatkan hilangnya persedian air bersih bagi warga yang tergampak, terutama bagi warga yang rumahnya terendam. Ini membuat warga yang terdampak kesulitan medapatkan persedian air bersih untuk minum. Tidak menutup kemungkinan hal ini akan terjadi lagi, dikarenakan itensitas hujan di kabupaten seluma pada saat ini tidak menentu. Warga yang rumahnya terendam banjir untuk saat ini hanya bisa mengungsi kerumah keluarga terdekat.

Banjir ini juga mengakibatkan putusnya jalur transportasi Bengkulu-lampung selama 4 jam sepanjang 5 km dari 2 jalur. Selain terputusnya transportasi, komunikasi dan penerangan juga terputus saat terjadinya banjir.

Forum berseru

Pada saat ini pemangku kepentingan dalam mengurangi dampak bencana yang ada masih sebatas meninggikan wilayah pemukiman dengan pembuatan tanggul. Sementara pada ruang yang berbeda, air tidak bisa dilawan, akan tetapi air perlu dibuatkan ruang. Dibeberapa negara yang berada di tingkat ketinggian pada permukaan rendah, mereka sudah tidak berpikir untuk membuat tanggul, akan tetapi menyediakn ruang untuk air (pembuatan kanal)

Atas dasar fakta dasar tersbut, Forum Pengurangan Risiko Bencana Bengkulu (FPRB-B) menyerukan kepada pemerintah Kabupaten Seluma untuk :

  1. Pada wilayah hulu memastikan kawasan penyangga berfungsi secara optimal
  2. Mulai mendorong model pola keruangan ( RTRW) yang mengacu kepada prinsip-prinsip pengurangan risiko bencana
  3. Pada wilayah hilir segera menyediakan ruang untuk air (pembuatan kanal)

Banjir yang baru saja terjadi seharusnya menjadi media pembelajaran bagi semua pemangku kepentingan. Setiap kali terjadi bencana maka terjadi kemunduran laju kehidupan, dengan kata lain semakin sering bencana terjadi maka semakin kecil potensi untuk sejahtera.

Download : Mengulas Fakta Banjir Bandang Di Kabupaten Seluma