Kanopi Bengkulu – Sistem ijon yang selama ini dikenal dalam dunia pertanian ternyata merembes ke gelanggang politik. Politik ijon adalah perjanjian yang dilakukan oleh pengusaha bersama pasangan calon sebelum pilkada.

Topik ini menjadi bahasan pokok dalam diskusi “Mewaspadai Ijon Politik Tambang dalam Pilkada Serentak 2018” yang digelar Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Nasional bersama sejumlah organisasi lingkungan Bengkulu di Sekretariat Kanopi Bengkulu.

Koordinator Jatam Nasional Merah Johansyah dalam kesempatan itu mengingatkan masyarakat untuk mewaspadai ijon politik tambang dalam gelanggang politik pemilihan kepala daerah provinsi dan kabupaten/kota yang digelar serentak tahun ini di 171 daerah.

“Ijon politik tambang masih membayangi gelanggang politik di 171 daerah provinsi dan kabupaten/kota yang digelar serentak,” kata Koordinator Jatam Nasional, Merah Johansyah saat dikusi bertema “Mewaspadai Ijon Politik Pilkada Serentak 2017” di Bengkulu, Selasa.

Ia mencontohkan penangkapan bakal calon kepala daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) yang diusung PDIP dan PKB, yakni Marianus Sae oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 11 Februari 2018 merupakan praktik ijon politik .

Marianus Sae yang juga masih menjabat sebagai Bupati Ngada menambah daftar panjang kepala daerah yang terjerat kasus korupsi, khususnya di sektor sumber daya alam.

Ongkos politik yang dibutuhkan seorang kepala daerah untuk mendapatkan jabatannya dari analises Jatam Nasional mencapai Rp20-Rp30 miliar, sedangkan harta kekayaan yang dimiliki kandidat berada pada kisaran Rp7 miliar.

“Dalam kondisi ini ada ruang bagi sponsor yang seringkali pemodal industri ekstraktif untuk memberikan modal,” kata dia.

Bila pelaku ijon tersebut terpilih menjadi kepala daerah maka dapat dipastikan lingkaran korupsi baru seja simulai.

Karena itu menurut dia, masyarakat sebagai pemilih memiliki fungsi strategis menentukan pemulihan krisis ekologi dan korupsi di sektor sumber daya alam dengan mempelajari rekam jejak para kandidat calon kepala daerah dan partai pengusungnya.

Sementara dalam Pilkada Kota Bengkulu ada empat calon kepala daerah yang maju dalam pilkada Kota Bengkulu yakni pasangan calon perseorangan David Suardi – Bakhsir, pasangan calon Helmi Hasan – Dedy Wahyudi yang diusung Partai Amanat Nasional, Partai Hanura dan Gerindra, pasangan calon Patriana Sosialinda – Mirza Murman yang didukung Partai Golkar dan PDIP serta pasangan Erna Sari Dewi – Ahmad Zarkasi yang diusung Partai Nasdem dan PKS.

Menurut Ketua Kanopi Bengkulu, Ali Akbar, pilkada Kota Bengkulu menjadi momentum untuk menagih komitmen para calon kepala daerah untuk memperbaiki krisis ekologi di kota ini.

“Misalnya komitmen politik apa yang bisa ditawarkan para calon kepala daerah untuk memulihkan kondisi sungai Air Bengkulu yang babak belur karena limbah tambang,” kata dia.

Begitu pula dengan komitmen para kandidat atas ancaman pencemaran udara dari proyek pembangkit listrik tenaga uap berbahan bakar batu bara di Kelurahan Teluk Sepang.