Kanopi- Putaran diskusi terfokus para pihak menyikapi penyimpangan Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL) PLTU batu bara Teluk Sepang kapasitas 2 x 100 Megawatt sudah sampai pada tahap final yakni meminta Gubernur Bengkulu mencabut izin lingkungan PT Tenaga Listrik Bengkulu nomor 503/14.b/12/KP2T/2016 karena diterbitkan tanpa melalui kajian yang benar dan segera mengganti rugi tanam tumbuh milik petani yang digusur untuk tapak proyek PLTU.

Analisis Kanopi bersama sejumlah tim menemukan tiga poin penting dalam ANDAL PLTU Teluk Sepang yaitu ketidaksesuaian narasi ANDAL dengan fakta lapangan, fakta dampak lingkungan yang tidak dinarasikan dalam dokumen ANDAL serta indikasi pelanggaran yang dilakukan PT. Tenaga Listrik Bengkulu.

Ketidaksesuaian narasi ANDAL dengan fakta lapangan, pada fase pra konstruksi,ditemukan ketidaksesuaian antara dokumen ANDAL PLTU batu bara teluk sepang dan fakta di lapangan yaitu (1). proses pergantian tanam tumbuh tidak sesuai dengan PERGUB No 27 tahun 2016 tentang Pedoman Ganti Rugi Tanam Tumbuh Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum. (2). 92% warga dinyatakan setuju adanya PLTU batubara sedangkan 8% ragu-ragu. Angka 92% persen tersebut  tidak disertai dengan rincian dan metodologi yang jelas. Sementara sejak awal sosialisasi proyek telah terjadi penolakan yang dibuktikan adanya 429 tandatangan penolakan proyek PLTU batu bara dari warga Kelurahan Teluk Sepang yang disampaikan ke Gubernur Bengkulu dan ditembuskan ke Presiden Joko Widodo pada 24 Juni 2016. Penolakan proyek PLTU batu bara pun kembali ditegaskan warga ketika pihak ESDM menggelar sosialisasi AMDAL di shelter Kelurahan Teluk Sepang bersama tim penyusun AMDAL, Camat Kampung Melayu dan Lurah Teluk Sepang. Puncaknya, penolakan dilakukan warga dalam bentuk blokade jalan saat peletakan batu pertama proyek oleh Gubernur Bengkulu, Ridwan Mukti pada 25 Oktober 2016.

Pada fase konstruksi, dalam dokumen ANDAL disebutkan untuk mengerjakan proyek ini, sebanyak 590 orang warga lokal akan mendapat lapangan pekerjaan. Faktanya, menurut tokoh masyarakat setempat pada bulan September 2018, hanya 25 orang warga Teluk Sepang yang bekerja di proyek tersebut, sedangkan sisanya adalah Tenaga Kerja Asing (TKA) asal China. Fakta ini diperkuat dengan data dari Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi bahwa ada 271 orang TKA yang bekerja di proyek tersebut sedangkan data Kantor Imigrasi menyebutkan ada 270 orang asing di proyek PLTU Teluk Sepang.Sementara dari pengakuan manajemen PT Sinohydro kepada unsur pimpinan DPRD Provinsi Bengkulu yang menggelar inspeksi mendadak (sidak) ke proyek PLTU Teluk Sepang pada 20 Agustus 2018 menyebutkan ada 600 orang TKA asal Cina yang bekerja di proyek itu.

Temuan lainnya yaitu terjadi peningkatan intensitas debu pada saat mobilisasi material. Dalam dokumen disebutkan pemeliharaan jalan dilakukan setiap saat bila di ruas jalan rawan debu. Faktanya, mobilisasi alat berat dan truk pengangkut material proyek membuat laju kerusakan jalan semakin meningkat. Akibatnya intensitas debu meningkat saat musim panas dan berlumpur saat musim hujan.

Di sisi lain, penolakan terhadap proyek ini tetap disuarakan kelompok masyarakat di Teluk Sepang. Bahkan warga telah mendirikan posko perlawanan dan perjuangan masyarakat atas lingkungan sehat di Teluk Sepang dengan nama Posko Langit Biru. Warga bergotong royong membangun posko ini pada 13 Juli 2018.

Fakta dampak lingkungan yang tidak dianalisis dalam dokumen ANDAL seperti kuantitas air dan kerawanan bencana. Temuan Kanopi di lapangan menunjukkan kajian dan analisis tim penyusun ANDAL sangat dangkal. Misalnya dalam dokumen ANDAL hanya disebutkan akan terjadi penurunan kualitas air. Sementara di lapangan terjadi penurunan kuantitas air akibat penancapan paku bumi proyek dan penimbunan empat gorong-gorong saluran air dari lahan pertanian menuju kolam Pelabuhan Pulau Baai. Akibatnya, petani palawija sekitar tapak mengeluh dan merugi.

Terkait kerawanan bencana, dalam dokumen ANDAL hanya disebut bahwa wilayah Bengkulu adalah daerah rawan gempa dan tsunami, tanpa merinci standar operasional prosedur yang akan dijalankan perusahaan bila gempa dan tsunami terjadi. Untuk diketahui, wilayah Kelurahan Teluk Sepang, Kecamatan Kampung Melayu merupakan zona merah rawan bencana tsunami. Hal ini tertuang dalam Peraturan Daerah Nomor 14 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Bengkulu 2012-2023 dalam pasal 44 ayat (2) menyebutkan kawasan rawan bencana tsunami sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi kawasan sepanjang pantai di Kecamatan Muara Bangkahulu, Kecamatan Teluk Segara, Kecamatan Ratu Samban, Kecamatan Ratu agung, Kecamatan Gading Cempaka, Kecamatan Sungai Serut dan Kecamatan Kampung Melayu.

Indikasi pelanggaran hukum atas terbitnya Izin Lingkungan PLTU batu bara yaitu melanggar RTRW Kota dan Provinsi. Dalam RTRW Provinsi Bengkulu pembangunan PLTU batu bara akan dilaksanakan di Napal Putih, Kabupaten Bengkulu Utara. Hal ini tercantum dalam Peraturan Daerah Nomor 02 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Bengkulu 2012-2023 pasal 23 ayat (1) huruf (d) bahwa pembangunan listrik pembangkit baru, meliputi Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di Napal Putih.

Sesuasi peraturan, salah satu syarat penyusunan AMDAL harus ada rekomendasi tata ruang. Saat itu pada 2016 Kepala Bappeda menerbitkan rekomendasi. Namun, setelah ditelaah lebih dalam isi surat rekomendasi tersebut justru tidak mendukung proyek PLTU Teluk Sepang. Surat rekomendasi nomor 650/0448/Bappeda yang diterbitkan pada 3 Mei 2016 itu justru menjelaskan pentingnya pengembangan energi terbarukan untuk wilayah Provinsi Bengkulu.

Dalam poin pertama itu ditegaskan bahwa pengembangan sumber energi baru dan terbarukan adalah strategi pemenuhan energi listrik yang diamanatkan dalam RTRW. Penegasan ini justru bertentangan dengan proyek PLTU batu bara Teluk Sepang yang jelas bukan golongan energi terbarukan melainkan energi kotor batu bara.

Untuk menyampaikan tuntutan tersebut, Tim Advokasi Bengkulu untuk Energi Bersih pada Kamis (31/1) bertemu Gubernur Bengkulu yang diwakili Asisten II Sekretaris Daerah Provinsi, Yuliswani, didampingi Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Agus Priambudi, Kepala Dinas Energi Sumber Daya Mineral, Ahyan Endu.

Setelah berdialog selama kurang lebih tiga jam terdapat lima poin kesimpulan pertemuan bahwa :

  1. Pemprov akan menindaklanjuti temuan Kanopi melalui tim tekhnis ANDAL untuk mengatasi masalah-masalah ANDAL di lapangan. Tim tekhnis terdiri dari Tasrip selaku Koordinator tim AMDAL serta DLHK, ESDM dan Biro Adm. Perekonomian dan SDA setda Provinsi. Adapun waktu yang dijanjikan adalah :
  2. Ketua tim AMDAL memanggil tim teknis pembuat AMDAL (3 hari sejak 4 Februari 2019)
  3. Tim melakukan telaah dan komunikasi ( 1 minggu) mengecek ke lapangan dan membuat laporan hasil telaah kemudian dipertimbangkan dan disetujui (1 minggu)
  4. Membuat konsep surat untuk dikirim ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (1 minggu)
  5. Masalah ganti rugi untuk tanam tumbuh akan ditindaklanjuti, berkoordinasi dengan pihak PT. Pelindo, PT. TLB dengan difasilitasi oleh dinas ESDM, DLHK dan Biro Adm. Perekonomian dan SDA Setda Provinsi Bengkulu dalam waktu lebih kurang 2 (dua) minggu.