OLEH: KOALISI ANTI IJON POLITIK BENGKULU
Bengkulu Selayang Pandang
Provinsi Bengkulu memiliki sepuluh kabupaten/kota, yakni Kota Bengkulu, Kabupaten Rejang Lebong, Kabupaten Lebong, Kabupaten Kepahiang, Kabupaten Bengkulu Utara, Kabupaten Mukomuko, Kabupaten Bengkulu Tengah, Kabupaten Bengkulu Selatan, Kabupaten Kaur dan Kabupaten Seluma. Propinsi dengan jantung pemerintahan berada di Kota Bengkulu secara geografis dihubungkan oleh Bukit Barisan sebagai penangkap air, penjaga stabilitas sungai, serta penjaga dan netralisir temperatur. Sementara pada bagian barat tersaji Samudera Indonesia yang ganas dengan gelombang tinggi. Tidaklah berlebihan jika Bengkulu sebagai wilayah yang memanjang dari pantai selatan sumatera – menuju pantai barat adalah wilayah yang dengan tingkat kenyamanan hidup cukup tinggi.
Sejarah mencatat bahwa Bengkulu adalah wilayah yang cukup strategis yang dibuktikan dengan adanya Benteng peninggalan Inggris yaitu Benteng Marlborough di tepi Pantai Tapak Paderi. Benteng ini didirikan oleh East India Company (EIC) tahun 1714–1719 di bawah pimpinan Gubernur Joseph Callet sebagai benteng pertahanan Inggris. Selain itu, Bengkulu juga tempat pengasingan Soekarno presiden pertama Republik Indonesia oleh pemerintah kolonial, selama empat tahun, 1938-1942.
Dengan pendekatan hidrologis, Kota Bengkulu diapit dua muara sungai besar yaitu Sungai Air Bengkulu dan Sungai Jenggalu. Di tengah kota ada satu danau yang disebut Danau Dendam Tak Sudah berstatus Cagar Alam (CA) Danau Dusun Besar. Kondisi ini membuat ada jaminan keselamatan air tawar dari intrusi air laut. Kita masih bisa menikmati air tawar walau berada di pinggir pantai, fakta seperti Kelurahan Pasar Pantai dan Kelurahan Teluk Sepang di mana air tawar melimpah adalah bukti bahwa kekuatan air tawar masih meredam intrusi air laut.
Luas Daerah Aliran Sungai (DAS) Air Bengkulu mencapai 51.950 hektare, terdiri dari Sub-DAS Susup seluas 10.040 hektare dengan panjang sungai utama 15,76 km, Sub-DAS Rindu Hati seluas 19.357 ha dengan panjang sungai utama 19,4 km, dan Sub-DAS Bengkulu Hilir seluas 22.552 ha dengan panjang sungai utamanya 24,5 km. http://www.mongabay.co.id/2017/04/30/aktivitas-tambang-batubara-yang-meresahkan-di-hulu-das-air-bengkulu/
Namun kondisi ini bukan tanpa ancaman. Keberadaan deposit batu bara yang berada di jajaran Bukit Barisan, sejatinya mengancam keselamatan Kota Bengkulu. Adanya deposit 120 juta ton batubara membuat tingkat ancaman terhadap Kota Bengkulu selaku hilir dan penerima dampak akhir dari aktivitas batubara perlahan tapi pasti mulai dirasakan. Runtuhnya fungsi ekologis Sungai Bangkahulu selain oleh aktivitas pabrikasi di hulu juga dapat dipastikan disebabkan oleh aktivitas pertambangan batubara yang mulai bergerak pada era tahun 80-an.
Batubara Dan Pertumbuhan Ekonomi
Memasuki tahun 1980-an, pertambangan batubara di Bengkulu dimulai setelah ditemukannya Batubara Miosen, yang secara ekonomis ditambang di Cekungan Bengkulu. Lokasi ini membentang mulai dari Kabupaten Bengkulu Tengah, hingga menyebar hampir seluruh wilayah provinsi. Pertama kali batu bara dikeruk oleh PT Bukit Sunur pada tahun 1983. Puncak ekploitasi batubara, dengan dikeluarkannya ratusan Izin usaha pertambangan (IUP). Sejak tahun 2003 sampai dengan tahun 2016 izin tambang berjumlah 153 Izin. Tidak kurang dari 337.000 ha kawasan hutan sudah dibongkar dan dijadikan wilayah pertambangan serta 70 juta ton batu bara telah dikeruk.
Eksploitasi isi perut bumi di atas tak sebanding dengan rupiah yang diterima daerah. Pendapatan daerah dari sektor tambang berupa iuran royalti tahun 2015 hanya menyumbang Rp97 miliar, tahun 2016 sebesar Rp80 miliar dan pada 2017 sebesar Rp160 miliar di mana dana tersebut belum dibagi ke kabupaten dan kota. Sedangkan PAD provinsi Bengkulu tahun 2017 sebesar Rp701,2 miliar (http://harianrakyatbengkulu.com/ver3/2018/01/17/bagi-hasil-royalti-bb-rp-160-m/. Sektor pertambangan pun hanya menyerap tenaga kerja sebanyak 2.500 orang dari total jumlah penduduk provinsi Bengkulu 1.934.270 orang atau hanya 0,002 persen. , https://bengkulu.bps.go.id/dynamictable/2016/10/03/10/perkembangan-ketenagakerjaan-provinsi-bengkulu-agustus-2010-2017.html
Kemudian, pasca-kegiatan koordinasi dan supervisi (korsup) komisi pemberantasan korupsi (KPK) dari 153 izin yang diterbitkan oleh pemerintah daerah, hanya 26 IUP produksi yang tersebar di kabupaten Bengkulu Utara, Bengkulu Tengah dan Seluma seluas 53.434,961 ha yang dinyatakan “clean and clear” (CnC) serta 2 IUP eksplorasi yaitu PT Bencoolen Mining dan PT Bumi Arya Syam dan Syah Resources (Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Bengkulu 2018 diolah).
Ini menunjukkan penerbitan IUP sangat sembrono selain beberapa izin sudah habis masa berlakunya. Izin yang tidak CnC artinya bermasalah dalam bidang administrasi seperti proses perizinan dan kelengkapan dokumen dan jaminan reklamasi, juga persoalan wilayah terkait izin konsesi yang berada dalam kawasan hutan konservasi sesuai dengan Peraturan Menteri No. 43 Tahun 2015 Tentang Tata Cara Evaluasi Penerbitan IUP Minerba.
Fakta Krisis
Krisis akibat industri ekstraktif telah tersaji di mata kita sejak lama dan masih berlangsung hingga kini. Sungai Air Bengkulu yang sampai saat ini masih tercemar oleh batu bara, mengalir dari hulu di wilayah Kabupaten Bengkulu Tengah dan berakhir di hilir hingga ke laut pesisir Kota Bengkulu. Di hulu sungai terdapat 6 IUP pertambangan batubara; PT. Inti Bara Perdana, PT. Bukit Sunur, PT. Ferto Rejang, PT. Sirat Unggul Permai, PT. Kusuma Raya Utama, dan PT. Danau Mas Hitam.
Hasil penelitian lewat analisis kualitas air sungai Sub-DAS hilir Sungai Air Bengkulu tercemar berat berdasarkan nilai indeks storet sungai pada bagian hulu, tengah dan hilir (Supriyono.2015. Kajian dampak penambangan batubara terhadap kualitas air dan arahan kebijakan mitigasi sungai di sub hilir sungai Bengkulu. Jurnal Goegrafi. Universitas Negeri Padang). Namun, fakta lapangan, air sungai ini masih menjadi sumber air bersih yang digunakan oleh warga kota, diketahui ada 6.000 dari 32.900 pelanggan yang menggunakan sungai Bengkulu sebagai sumber air baku PDAM Kota Bengkulu.
Selain menjadi pencemar air, pengangkutan batu bara juga menjadi penyebab kerusakan jalan di Provinsi Bengkulu. Jalan umum yang dilewati truk pengangkutan batu bara dari areal penambangan Taba Penanjung melewati Kebang Seri-Simpang Taba Lagan-Air Sebakul-Simpang empat Betungan-Pelabuhan Pulau Baai merusak jalur transportasi antar desa. Dalam kota, jalur transportasi juga melewati jalan Danau-Kompi-Hibrida-Pagar Dewa-Pulau Baai. Padahal berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) nomor 5 tahun 2013 Bab XIV tentang jalan khusus tambang pasal 101 ayat 2 (b) bahwa pemegang IUP operasi produksi wajib membangun fasilitas jalan khusus tambang. Selain merusak jalan, pengangkutan batu bara juga menyebabkan banyaknya debu di sekitar pemukiman warga.
Ditambah lagi sistem penumpukan (stockpile) dan pengapalan batu bara di Pelabuhan Pulau Baai dilaksanakan secara serampangan, batubara hanya ditumpuk tanpa penutup, tanpa drainaese, debu batubara yang bercampur dengan pasir sedimentasi beterbangan dan menjadi pemandangan umum. Limpasan air hujan ketika batubara tercuci mengalir dengan sempurna dan meracuni tanah dan air tawar yang berada disekitar area penumpukan. Perlu ditegaskan bahwa ada pemukiman warga kelurahan Teluk Sepang yang tinggal tidak jauh dari area penumpukan tersebut.
Tercucinya batubara ini membuat logam berat yang terkandung di dalam batubara terlepas dan menjadi ancaman bagi keselamatan mahluk hidup. Berdasarkan hasil pengamatan di sekitar wilayah pemuatan batu bara ditemukan banyak bongkahan batu bara yang berserakan di tepi pantai kolam pelabuhan sepanjang kurang lebih 300 meter.
Ancaman lain adalah PLTU batubara Teluk Sepang sekarang ini berada pada fase konstruksi. Jika PLTU batubara ini beroperasi, untuk menghidupkan turbin pembangkit sebanyak 2.732,4 ton batu bara akan dibakar setiap hari. Hasil pembakaran ini menghasilkan abu sebanyak 39,85 ton/jam (35% dari bahan bakar) terdiri dari abu terbang (fly ash) 11,23 ton/jam (12%) dan abu yang mengendap 25,61 ton/jam (22,4%). Hasil pembakaran juga melepaskan bahan berbahaya dan beracun.
Diperkirakan tidak kurang dari 536 ribu jiwa warga Kota Bengkulu dan Kabupaten Seluma terancam terpapar udara beracun yang dilepaskan oleh PLTU batu bara Teluk Sepang 2 x 100 MW yang dananya bersumber dari Tiongkok. Tidak hanya meracuni udara PLTU batubara juga akan merampas ruang hidup sebanyak 60 ribu jiwa nelayan tradisional Provinsi Bengkulu.
Mereka bilang semua untuk kesejahteraan rakyat tapi rakyatnya siapa masih belum jelas karena selama ini bukannya sejahtera tapi rakyat sengsara akibat dari pertambangan batu bara.
Biaya pemulihan lingkungan dan kesehatan
Dari setiap aktivitas penambangan, biaya pemulihan adalah biaya terbesar. Jargon PLTU batu bara bara murah, namun setelah dihitung ternyata biaya eksternalitasnya menjadi sangat mahal. Hasil pemodelan yang dilakukan Greenpeace yang menggunakan hasil penelitian Universitas Harvard bahwa biaya batu bara yang sesungguhnya dari 45.365 Megawatt (MW) pembangkit listrik tenaga batubara adalah 26,7 miliar Dolar AS atau setara dengan Rp351 trilliun untuk setiap tahun operasi PLTU batubara. Jika disandingkan dengan 200 MW pembangkit PLTU maka setiap tahun pengusaha batubara harus mengeluarkan biaya sebasar Rp1,55 triliun untuk biaya operasinya. Biaya ini merupakan akumulasi dari biaya operasi dan biaya kesehatan serta biaya-biaya eksternalitas lainnya seperti pemulihan lingkungan.
Begitupan dengan biaya pasca tambang, biaya reklamasi pasca tambang sangat besar bila benar-benar direalisasikan. Permen no. 7/2014 tentang reklamasi dan pascatambang menegaskan “Perusahaan yang melakukan eksplorasi wajib menyerahkan rencana reklamasi dan dana jaminan reklamasi-pasca tambang sebagai jaminan perbaikan lingkungan atas lahan yang terganggu akibat aktivitas eksplorasi,”. Selanjutnya perusahaan yang memegang IUP eksploitasi wajib menyerahkan rencana reklamasi sesuai dengan jangka waktu 5 (lima) tahun. “Sedangkan kegiatan pasca tambang, dilakukan setelah kegiatan pertambangan selesai, yang terdiri dari reklamasi, pemeliharaan reklamasi, pengembangan dan pemberdayaan masyarakat, dan pemantauan,”.
Fakta di Bengkulu reklamasi ini tidak dilakukan. Berdasarkan hasil pemantauan, tidak kurang dari 22 lubang tambang dibiarkan begitu saja dan menjadi kolam beracun yang setiap saat mengancam keselamatan mahluk hidup. Hal yang lebih mengerikan adalah lubang tambang ini diplintir dengan menghembuskan isu peningkatan ekonomi rakyat dengan cara menggunakannya untuk lokasi kolam ikan dan menjadi lokasi destinasi wisata.
Cerita krisis dan tidak adanya tindakan serius negara dalam menekan pengusaha untuk melakukan pemulihan lingkungan ini seolah tak pernah menggugah para pemangku kepentingan yang bekerja di Bengkulu. Gubernur, wali kota selaku pemimpin pemerintahan diam saja. Begitu juga dengan para anggota dewan, semuanya diam saja. Setiap pertanyaan yang diajukan jawaban miris justru yang diterima. Semuanya untuk kepentingan ekonomi.
Atas kenyataannya ini sangatlah beralasan jika dikatakan adanya kekuatan besar yang mampu meredam semua protes atas hancurnya kondisi ekologis yang terjadi. Kekuatan tersebut diyakini berasal dari pemilik modal yang sedang melakukan pengerukan sumber-sumber penghidupan.
Penunggang elektoral sebagai Penentu Penguasa
Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa proses elektoral di Indonesia membutuhkan biaya yang tinggi. Fase politik transaksional yang sekarang melanda Indonesia membuat biaya politik sangat mahal. Sementara dilihat dari kacamata kepemilikan harta, hampir semua pasangan calon yang berkeinginan untuk menjadi walikota tidak memiliki kemampuan finansial yang cukup.
Berdasarkan laporan harta kekayaan pasangan calon, tidak ada yang memilki harta berlimpah untuk membiayai ambisi politiknya. Tabel berikut menunjukan bagaimana kekuatan finansial masing-masing calon.
Tabel: Harta calon walikota dan wakil walikota
No. | Nama | Total Kekayaan (Rp) |
1 | David Suardi | 279.918.225 |
Bakhsir | 264.152.777 | |
2 | Erna Sari Dewi | 2.728.618.328 |
Ahmad Zarkasi | 1.816.771.664 | |
3 | Helmi Hasan | 5.645.954.976 |
Dedi Wahyudi | 2.437.000.000 | |
4 | Patriana Sosialinda | 13.949.000.000 |
Mirza | 532.200.000 |
Sumber : www.kpk.go.id/id/layanan-publik/lhkpn
Laporan Direktorat Penelitian dan Pengembangan Komisi Pemberantasan Korupsi (Litbang KPK) berjudul ”Studi Potensi Benturan Kepentingan Dalam Pendanaan Pilkada 2015” memaparkan, biaya yang dibutuhkan untuk menjadi wali kota/bupati mencapai Rp20–30 miliar, sedangkan untuk gubernur bisa Rp20–100 miliar. Laporan Harta dan Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) menunjukkan harta kekayaan calon walikota terbesar hanya Rp13,9 miliar (www.kpk.go.id/id/layanan-publik/lhkpn). Kekayaan para calon walikota ternyata tak sebanding dengan kebutuhan biaya kontestasi pilkada langsung. Karena itu, untuk menutupi kebutuhan biaya itu para kandidat giat mencari sponsor.
Dalam kondisi ini potensi ijon politik terjadi. Ijon politik adalah kesepakatan antara pengusaha atau korporasi sebagai penyandang dana politik dengan para politisi (kandidat, parpol, timses) yang berkepentingan menghimpun dana politik secara cepat dan mudah. Bantuan dana politik inilah yang kemudian hari “dibayar” oleh para politisi pemenang pilkada dengan memberikan jaminan keberlangsungan bisnis para penyandang dana, mulai dari kelancaran perizinan, jaminan politik dan keamanan, pelonggaran kebijakan, tender proyek bahkan hingga pembiaran pelanggaran hukum. Fakta ini didukung juga oleh para pengurus partai sekarang ini juga tidak sedikit disetir oleh para pengusaha. Mereka memasuki ranah politik dan bermain dalam setiap proses legislasi yang terjadi.
Lalu ada celetukan dari masyarakat kota yang bilang “Uang saja tidak cukup agar rakyat mau memilih, diperlukan pendekatan dari setiap calon untuk mengetahui karakter asli dari kandidat”. Tentu saja hal ini tidak dapat digeneralisir bahwa semua pemilih menggunakan penggalan kalimat tersebut, akan tetapi setidaknya hal ini adalah kenyataan dari beberapa kelompok pemilih.
Kandidat Hulu Balang
Berdasarkan rekam jejak, para kandidat wali kota dan wakilnya yang berniat menjadi hulu balang Kota Bengkulu tidak ada yang mempunyai sensitivitas bagus sebagai penyelamat lingkungan. Kecenderungan yang terjadi bahkan semua kandidat mempunyai kecendrungan dapat saja mengorbankan kepentingan lingkungan guna mencapai yang mereka inginkan.
Beberapa orang kandidat yang selama ini sudah menduduki posisi strategis di pemerintahan baik pada level eksekutif maupun legislatif, bahkan tak mampu walau hanya mengurangi beban lingkungan yang semakin berat. Sungai Bangkahulu dalam perjalannya mendapatkan beban semakin berat karena laju pencemaran bagian hulu yang semakin tinggi, danau dusun besar dengan fungsi ekologis vital, sekarang ini kondisinya semakin parah akibat aktivitas di bagian hulu dan pencemaran, sementara pelabuhan Pulau Baai mulai dari stockpile sampai dengan mekanisme bongkar muat batubara hingga ancaman pencemaran udara beracun yang dihirup dari PLTU batu bara tidak menjadi perhatian serius para kandidat.
Program-program yang ditawarkan dari semua kandidat masih berkutat di urusan-urusan yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan keselamatan lingkungan. Berikut ini adalah gambaran program strategis dari setiap kandidat
Tawaran program |
Kandidat I
DK |
Kandidat II
EZ |
Kandidat tiga
HD |
Kandidat empat
LM |
Tata pemerintahan | Sumber daya manusia | Tata pemerintahan | Sumber daya manusia | |
Ekonomi | Infrastruktur | Infrastruktur | Ekonomi | |
Pendidikan | Ekonomi | Ekonomi | Penegakan hukum | |
Infrastuktur | Pendidikan | Pendidikan | Infrastruktur |
Seruan Kampanye Anti-Ijon Politik
Atas semua fakta kondisi di atas, masyarakat sipil yang tergabung dalam Koalisi Anti-Ijon Politik menyatakan bahwa laju kerusakan lingkungan sudah berada pada titik nadir. Kerusakan ini harus segera dihentikan dengan tujuan memastikan daya dukung lingkungan layanan ekologis dapat menyangga aktivitas mahluk hidup dalam melanjutkan kehidupannya. Untuk itu koalisi menyerukan kepada para kandidat dan masyarakat Kota Bengkulu:
Pertama: Sudah seharusnya menjadi perhatian pihak, penyelenggara PEMILU seperti KPU, Bawaslu serta seluruh pemangku pemilu lainnya, mulai dari kota sampai dengan tempat pemungutan suara, bekerja tanpa lelah untuk memastikan bahwa pemilihan wali kota ini adalah wali kota bebas ijon.
Kedua : Pemilih yang nota bene adalah penentu siapa yang akan menjadi penguasa diharapkan mampu berpikir cerdas untuk tidak melakukan transaksi jual suara dimana hasilnya hanya cukup untuk beli pisang goreng.
Ketiga : Menuntut kepastian keselamatan sumber penghidupan rakyat adalah agenda yang harus disuarakan. Fakta Sungai Bangkahulu, hancurnya wilayah stockpile batubara, hingga ancaman PLTU batu bara serta runtuhnya fungsi ekologis penyangga kehidupan (Danau Dendam Tak Sudah) seharusnya membuat kita sadar bahwa akar dari semua persoalan ini adalah tersanderanya para penguasa akibat terlalu bernafsu untuk menjadi pemimpin pemerintahan.
Narahubung:
Olan Sahayu: 0858-3264-9417 (Koordinator Koalisi)