Menyambut Hari Perempuan Sedunia yang jatuh pada 8 Maret, Kanopi akan mengulas kaitan perempuan dan batu bara. Bagaimana perempuan dipaksa berurusan dengan batu bara. Seperti diketahui, batu bara baik di hulu dan hilir adalah sumber malapetaka.

Ketiadaan pilihan kerja dan kondisi ekologi yang semakin krisis membuat perempuan harus berurusan dengan batu bara. Pemilah batu bara di area “stockpile” Pelabuhan Pulau Baai misalnya setiap hari berjibaku dengan debu batu bara dengan upah Rp45-50 ribu per hari.

Bila dihirup dalam jangka lama, debu batu bara akan menyebabkan penyakti paru-paru hitam atau pneumoconiosis. Selama 7-8 tahun bekerja, para ibu-ibu pekerja hanya menggunakan alat pelindung diri seadanya. Masker untuk menutup hidung dan mulut sangat jauh dari standar sehingga tidak bisa menangkal debu masuk ke tubuh.

Sementara di sepanjang aliran Sungai Bengkulu, para perempuan juga turun ke sungai untuk mengambil batu bara. Batu bara yang menumpuk di dasar sungai terbawa dari area pertambangan batu bara dari hulu sungai di wilayah Kabupaten Bengkulu Tengah.

Ancaman kesehatan tak mereka hiraukan demi penghidupan keluarga dan kondisi ini menjadi potret ketidakberdayaan pemerintah menyediakan lapangan kerja yang layak bagi warganya dan lalai menjamin lingkungan hidup yang baik.