Kertas kebijakan pemenuhan kebutuhan listrik propinsi Bengkulu
Koalisi Ornop Bengkulu
Berdasarkan dokumen RUPTL PLN 2016-2025, di Propinsi Bengkulu direncanakan akan dilakukan pembangunan 14 pembangit, 2 pembangit besar diatas 100 MW, sisanya pembangkit berkapasitas antara 4-80 MW. Dari 14 rencana pembangunan, 10 pembangkit diantaranya akan dibangun oleh swasta dan 4 Pembangkit akan dikembangkan oleh PLN.
Dari 14 pembangkit tersebut 13 berasal dari energy yang relative bersih seperti air, panas bumi, biomasa, dan minihidro, sedangkan 1 pembangkit PLTU 200 MW (2X100 MW) dilaksanakan oleh PT. Tenaga Listrik Bengkulu (CEO PT Intraco Penta) yang berasal dari Tiongkok.dan 100 MW dibangun oleh PT Pertamina Geothermal Energi.
Sementara kebutuhan listrik Bengkulu sekarang ini dengan luasan electricity/jaringan terpasang sekitar 85% beban puncak berada pada sekitar 259 MW. Kebutuhan akan daya ini dipasok dari PLTA Ulu Musi, PLTA Tes beberapa PLTD serta melalui jaringan interkoneksi dari Sumatera Selatan.
Dapat dibayangkan dengan rencana 14 pembangkit yang akan dibangun tersebut, maka PLN akan memiliki daya lebih dari 500 MW. Jika disandingkan dengan maraknya pembangunan pembangkit disumatera maka dapat dibayangkan berapa daya yang akan dihasilkan. Pertanyaan paling mendasar untuk siapa listrik tersebut? Karena harus diingat pengalih fungsian energi ke bentuk energi lain akan menghasilkan entropi dan entrop dan hal ini akan mempercepat habisnya energi yang dapat digunakan untuk pemenuhan kebutuhan hidup.
1.Harga jual daya listrik yang memanjakan Industri
PT PLN (Persero) sejak 1 Januari 2016 menurunkan tarif listrik untuk golongan tariff adjustment (penyesuaian tarif). Penyesuan tariff tersebut meliputi:
Pertama, kelompok tegangan rendah meliputi rumah tangga, bisnis skala menengah dan kantor pemerintah skala menengah mengalami penurunan tarif 100,22 Rp/kWh, dari Rp 1.509,38/kWh menjadi Rp 1.409,16/kWh. Penurunan disebabkan karena makro ekonomi sebesar Rp 12,3/kWh, sedangkan karena PLN melakukan efisiensi sebesarRP87,92/kWh.
Kedua, tarif listrik di kelompok tegangan menengah yang meliputi bisnis skala besar, kantor Pemerintah skala besar, industri skala menengah. Ada penurunan sebesar Rp 97,58/kWh dari Rp 1.104,73/kWh menjadi Rp 1.007,15/kWh. Ini disebabkan karena makro ekonomi sebesar Rp 9,01/kWh, sedangkan karena PLN melakukan efisiensi di TM sebesar Rp88,57/kWh.
Ketiga, adalah tarif listrik di kelompok tegangan tinggi meliputi industri skala besar yang turun Rp 89,64/kWh dari Rp 1.059,99/kWh menjadi Rp 970,35/kWh. Ini disebabkan karena makro ekonomi sebesar Rp 8,64/kWh, sedangkan karena PLN melakukan efisiensi sebesar Rp 81,0/kWh.(sumber, finance detik.com)
Harga listrik untuk industri lebih murah dibandingkan untuk rumah tangga dengan alasan bahwa industri dapat menggunakan tegangan
Alasan utama belum terbangunnya jalur tegangan ini karena terkendala dengan pembebasan lahan. Hal ini menggambarkan bahwa PLN tidak serius untuk membangun jaringan listrik ke Kota Bengkulu yang selanjutnya dapat di alirkan ke Bengkulu Selatan sampai dengan Muko-muko. PLN justru mengalirkan listrik yang berasal dari PLTA Ulu Musi ke jaringan Sumatera. Skenario ini menggambarkan bahwa propinsi Bengkulu tidak menjadi skala prioritas.
2. Skenario terakhir ekploitasi batubara di bukit barisan Bengkulu.
Sekarang ini ada sekitar 40% sumber listrik dunia berasal dari batu bara. Keberadaan PLTU ini menjadi penyebab utama perubahan iklim. Namun dalam perkembangannya seiring dengan semakin tingginya tingkat kesadaran manusia setelah menerima akibat dari pencemaran akibat penggunaan batubara, sekarang ini secara massive PLTU-PLTU yang sedang beroperasi direncanakan akan ditutup. Amerika serikat sendiri telah membatalkan rencana pembangunan PLTU sebesar 82,5 gigawatt. (http://conten.sieraclub.org/coal/200)
Di Indonesia dengan target 35.000 MW, akan dibangun beberapa pembangkit. PLTU batubara akan mendominasi jenis pembangkit yang akan dibangun, yaitu mencapai 34,8 GW atau 43,2%, sementara PLTGU gas dengan kapasitas 18,9 GW atau 23,5% dan PLTG/MG sebesar 4,3 GW atau 5,3%. Untuk energi baru dan terbarukan (EBT), yang terbesar adalah PLTA sebesar 14,5 GW atau 18,0% dari kapasitas total, disusul oleh panas bumi sebesar 6,2 GW atau 7,6%. Sedangkan pembangkit lain sebesar 1,9 GW atau 2,4 % berupa pembangkit termal modular, PLTS, PLTB, PLTD, PLT sampah dan biomass. (RUPTL 2016 – 2025)
Di Indonesia Sendiri batubara hanya berjumlah 3% dari cadangan batubara dunia. Namun sekarang ini Indonesia menjadi eksportir terbesar dunia. Pertanyaan sederhananya adalah mengapa hal ini bisa terjadi? jawaban sederhananya adalah Negara-negara yang memiliki potensi batubara besar di dunia menjadi batubara sebagai cadangan sumber energy. Negara-negara lain seperti korea selatan, china justru meng-import batubara dari Indonesia dan menjadikannya sebagai cadangan dengan cara melakukan penimbunan.
Disisi lain dengan pendekatan pasar, dapat disimpulkan pasca habisnya cadangan batubara di Indonesia, maka Negara ini akan membeli batubara yang sejatinya berasal dari Indonesia sendiri.
Bauran energy baru dan terbarukan (panas bumi) hanya berkontribusi sebesar 6,2 GW atau 7,6% dari total penggunaan energy untuk listrik. Sementara panas bumi di Indonesia yang dapat di panen berjumlah lebih dari 40% dari panas bumi dunia. Potensi panas bumi yang dapat dipanen di Indonesia diperkirakan tidak kurang dari 28.000 MW, menengah dan tinggi sementara rumah tangga hanya bisa menggunakan tegangan rendah. Dari sini dapat disimpulkan bahwa keberpihakan Negara terhadap industri sangat dominan. PLN menempatkan diri sebagai korporasi murni dimana semua biaya produksi di bebankan kepada konsumen yaitu Rakyat.
Hal lain yang diperkirakan mengapa PLN memanjakan kelompok industri adalah kelompok ini berkontribusi besar dalam hal penggunaan listrik, karena hanya dengan beberapa titik sambungan PLN sudah dapat menjual daya besar, berbeda dengan rumah tangga dimana diperlukan jaringan pendukung antar rumah, biaya perawatan yang rumit serta pengadaan trafo penurun daya membuat sambungan rumah tangga menjadi lebih rumit dibandingkan dengan sambungan untuk industri.
3. Jalur tegangan tinggi ke kota Bengkulu di hadang gunung kepentingan.
Bengkulu termasuk dalam jaringan interkoneksi Sumatera Selatan – Jambi dan Bengkulu (WS2JB). Pusat pengendalian distribusi listrik berada di Sumatera Selatan. Hal ini menunjukan bahwa propinsi Bengkulu tidak mempunyai kewenangan untuk menentukan berapa besar daya yang diperlukan agar kebutuhan listrik terpenuhi.
jalur interkoneksi ini merugikan rakyat Bengkulu. Karena dengan kondisi geografis Bengkulu yang tidak mendukung untuk membangun sentra industri besar maka PLN akan lebih cenderung untuk mengutamakan wilayah dengan pertumbuhan industri tinggi.
Dalam perjalannya sampai dengan sekarang ini jalur tegangan tinggi dari PLTA Ulu Musi belum sampai ke kota Bengkulu.
Di propinsi Bengkulu, Berdasarkan data Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral ESDM provinsi Bengkulu (2009) menyatakan bahwa ketersediaan batubara di provinsi Bengkulu sebesar 82.216.328 ton. sejak tahun 1989 hingga 2015 sebanyak 27.121.328 ton batubara telah dikeruk, artinya saat ini yang tersisa dari potensi yang terkandung di provinsi Bengkulu hanya 55.095.00 ton, dari total petensi batu bara yang ada berada pada wilayah cekungan dan berada pada wilayah sepanjang bukit barisan.
Rata-rata laju ekploitasi tambang batubara Propinsi Bengkulu adalah 4 juta ton pertahun. Jika disandingkan dengan cadangan batubara yang ada maka diperkirakan 14 tahun dari sekarang jumlah batu bara propinsi Bengkulu akan habis dikeruk.
Dari sisi lokasi batubara, dimana semua potensi batu bara berada dijajaran bukit barisan dengan fungsi utama sebagai hulu air, penjaga stabilitas iklim serta penyedia jasa ekosistem, pengerukan batubara dapat dipastikan akan berdampak kepada hancur bukit barisan sebagai penyangga kehidupan rakyat Bengkulu.
4. Politik batubara versus energi terbarukan.
Menurut Handbook of Energy and Economic Statistic of Indonesia 2014 yang diterbitkan oleh Pusdatin Kementerian ESDM pada tahun 2015, sumber daya batubara Indonesia adalah 120,5 miliar ton yang tersebar terutama di Kalimantan (64,2 miliar ton), Sumatera (55,9 miliar ton) dan daerah lainnya (0,4 miliar ton), namun cadangan batubara dilaporkan hanya 31,4 miliar ton (Kalimantan 18,1 miliar ton, Sumatera 13,3 miliar ton). Karena ketersediaannya yang sangat banyak, maka dalam RUPTL ini diasumsikan bahwa batubara selalu tersedia untuk pembangkit listrik. (RUPTL 2016-2025)
Propinsi Bengkulu berdasarkan hasil kajian menyatakan ada 6 lokasi panas bumi yang dapat dipanen. Panen panas bumi ditiga wilayah saja (Bengkulu Utara, Rejang lebong dan Lebong dapat) menghasilkan listrik sekitar 300 MW. Berdasarkan data ini, maka propinsi Bengkulu cukup dengan melakukan penggunaan panas bumi sebagai sumber listrik untuk memenuhi kebutuhan listrik. Bauran energy baru dan terbarukan (panas bumi) hanya berkontribusi sebesar 6,2 GW atau 7,6% dari total penggunaan energy untuk listrik. Sementara panas bumi di Indonesia yang dapat di panen berjumlah lebih dari 40% dari panas bumi dunia. Potensi panas bumi yang dapat dipanen di Indonesia diperkirakan tidak kurang dari 28.000 MW, Berdasarkan data ini, maka propinsi Bengkulu cukup dengan melakukan penggunaan panas bumi sebagai sumber listrik untuk memenuhi kebutuhan listrik.