PRESS RILIS

Kanopi – Revolusi industri sejak tahun 1750-1850 yang membuat kebutuhan akan energi sangat besar ditengarai sebagai tonggak awal turunnya kualitas lingkungan. Muaranya adalah manusia dan mahluk hidup lainnya mengalami ancaman serius terhadap keselamatan sumber penghidupan. Bahkan dalam perjalanannya ancaman tersebut juga menyebabkan hilangnya nyawa dan kepunahan beberapa spesies.

Operasional PLTU batubara di dunia telah membunuh lebih dari 3 juta orang. Sementara di Indonesia akibat polusi udara dimana penyebab utamanya adalah pembakaran bahan bakar fosil (batubara) setidak 6.500 orang Indonesia mengalami kematian dini atau yang lebih sering disebut premature death.

Dalam perkembangnnya, tidak ada revolusi teknologi yang signifikan guna mengatasi permasalahan yang ditimbulkan akibat beroperasinya mesin-mesin pembangkit listrik. Beberapa upaya untuk menahan laju pelepasan gas dan zat berbahaya dan beracun sifatnya juga sementara. Beberapa teknologi seperti subcritical, super critical dan ultra super critical hanya berpijak kepada pengurangan jumlah batubara yang dibakar. Itupun tidak berpengaruh secara signifikan.

Menyikapi persoalan lingkungan yang semakin mengancam keselamatan mahluk, gerakan perlawanan terhadap PLTU batubara semakin massif. Kini, hampir tidak ada PLTU batubara yang tidak ditentang masyarakat, terutama proyek yang masuk tahap ekpansi atau pembangunan pembangkit tambahan seperti di Batang, Jawa Tengah dan Indramayu Jawa Barat. Namun perjuangan ini seperti menghantam tembok besar. Persoalan utama yang muncul selain kuatnya dominasi pemerintah dan perusahaan juga disebabkan oleh model perlawanan yang sporadik dan tidak terkonsolidasi dengan baik.

Menjawab fenomena yang muncul, Kanopi Bengkulu bersama dengan beberapa tokoh lokal di Kelurahan Teluk sepang, Kota menggagas berdirinya posko perlawanan rakyat. Posko yang dinamankan Posko Langit Biru (sebagai simbol mempertahankan udara bersih tak tercemar) ini diharapkan mampu menjadi media bersama dari kelompok-kelompok kecil yang sekarang sudah mulai bergerak melakukan tekanan terhadap pengusaha PLTU batubara dan pemerintah untuk bertanggungjawab atas kerusakan lingkungan yang telah menyebabkan turunnya kualitas hidup dan produktivitas hasil usaha yang sekarang ini menjadi tumpuan warga dalam melanjutkan penghidupannya.

Secara spesifik pembangunan posko perlawanan ini ditujukan agar warga dapat menjadikan media ini sebagai ruang belajar bersama. Berbagi pengetahuan yang bemuara kepada adanya kesepahaman disetiap level komunitas dipercaya akan berkontribusi besar dalam menahan laju penggunaan energi kotor batubara sebagai sumber energi listrik.

Kesadaran kritis warga menjadi penting untuk dibangkitkan, karena fakta-fakta runtuhnya struktur sosial serta hilangnya sumber penghidupan warga akibat beroperasinya PLTU batubara di banyak tempat di Tanah Air seharusnya menjadi basis argumentasi utama bahwa PLTU batubara bukan pilihan dalam pemenuhan kebutuhan energi listrik.