BENGKULU – TAK Dipungkiri Bengkulu saat ini menjadi Provinsi tertinggal di wilayah Sumatera dengan jumlah kemiskinan mencapai 17,6 persen dari jumlah penduduk 1,8 juta jiwa. Untuk itulah, Gubernur Bengkulu, Dr. H. Ridwan Mukti, MH mendukung penuh menjadikan Bengkulu sebagai kawasan industri. Akan tetapi, untuk melakukan itu tentu disuplai pasokan listrik yang memadai, sementara di Bengkulu sendiri sangat minim.

 

Masuknya investor untuk membuat perusahaan pembangkit listrik terbaru bertenagakan batu bara disambut positif. Hal itu dibuktikan dengan dilakukannya penandatangan kerjasama agreemen antara PT. Tenaga Listrik Bengkulu (PT. TLB) dengan PT Pelindo II Jakarta yang bertempat di ruang Pola Bappeda Pemda Provinsi pada 18 April 2016 lalu. Dukungan itu dibuktikan dengan hadir langsungnya Ridwan Mukti pada saat penekenan kerja sama. Bahkan dalam sambutannya beliau mengatakan mendukung penuh pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di kawasan Pulau Baai.

 

PLTU tersebut diprediksikan akan mampu menghasilkan daya 2 X 100 MW yang ditaksir akan cukup untuk menyuplai kebutuhan listrik di Bengkulu. Selain untuk kebutuhan rumah tangga masyarakat juga akan mampu mendukung usaha Pemprov untuk pasokan listrik kawasan industri yang notabene membutuhkan pasokan listrik yang banyak.

 

Disisi lain, dengan rencana pembangunan itu mendapat penolakan karena dengan dibangunnya PLTU maka akan membahayakan bagi masyarakat. Khususnya Kelurahan Teluk Sepang yang memang paling berdekatan dengan lokasi PLTU dengan jarak sekitar 2 kilometer. Berdasarkan data dari Genesis Bengkulu dan Koalisi Ornop Bengkulu mereka punya alasan mengapa begitu getol untuk menolak rencana pembangunan tersebut.

 

Menurut Divisi Kampanye Genesis Bengkulu, Uli Arta Siagian dengan adanya PLTU sebagai sumber energi listik di Bengkulu adalah tindakan yang tidak memperhatikan kaidah-kaidah keselamatan lingkungan, tidak mengikuti perkembangan pengetahuan dan yang paling utama adalah meningkatkan kerentanan rakyat baik dari sisi sosial, penyakit dan serta dalam jangka panjang akan mengganggu stabilitas politik propinsi Bengkulu.

 

Menurutnya, pilihan PLTU sebagai penjawab krisis listrik di Bengkulu adalah sebuah tindakan ceroboh dan terkesan dipaksakan. Hal ini dapat dilihat dari potensi batu bara Bengkulu yang sedikit. Sementara potensi lain sekarang masih belum digunakan secara optimal. “Menjadi sangat penting untuk berkaca kepada dampak-dampak yang telah ditimbulkan oleh PLTU yang selama ini terjadi. Jika Negara lain seperti china yang sudah mulai meninggalkan batu bara mengapa justru pemerintah Propinsi Bengkulu malah menerima dengan sukacita adanya PLTU di Bumi Raflesia ini,” ungkap Uli.

 

Argument mereka juga mengatakan bahwa sebagai wilayah pesisir dan diapit oleh Bukit Barisan, Bengkulu memiliki banyak potensi energi terbarukan untuk menjawab kebutuhan listrik. Bengkulu memiliki 130 sungai dan anak sungai yang masih bisa dimanfaatkan sebagai pembangkit listrik untuk memenuhi kebutuhan listrik masyarakat Bengkulu.

 

Selain itu, panas bumi juga menjadi salah satu energi terbaharukan yang banyak dilirik. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Badan Geologi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Alam bahwa potensi gheotermal di Indonesia terdapat di 244 lokasi. Keberadaan gunung-gunung api yang banyak di Indonesia menjadi salah satu dasar potensi geothermal tersebut.

 

Tentunya pembangkit listrik tenaga panas bumi juga memiliki kelebihan dan kekurangan. Beberapa kelebihan dari panas bumi (geothermal energy) adalah pembangkit listrik panas bumi merupakan salah satu sumber energi paling bersih. Jauh lebih bersih dari sumber energi fosil yang menimpulkan polusi atau emisi gas rumah kaca.

 

Dengan memanfaatkan potensi panas dari dalam bumi, geothermal tergolong energi terbarukan yang relatuf tidak akan habis. Energi Geothermal tidak menyebabkan pencemaran udara dan tidak menghasilkan emisi karbon.

Salah satu kekurangan dari pembangkit listrik tenaga panas bumi adalah pembiayaan nya yang besar. Selain itu energi panas bumi juga diduga dapat mempengaruhi kestabilitasan tanah disekitarnya.

“Di Provinsi Bengkulu setidaknya ada 5 titik potensi geothermal (badan Geologi). Dari lima titik potensi itu baru 1 titik yang sedang dalam proses pembangunan yang dilakukan oleh PT. Pertamina Geothermal Energy (PGE). Proses pembangunan PLTP ini berada di akawasan hutan lindung Bukit Daun,” paparnya.

 

Uli juga memaparkan, dengan jarak yang begitu dengan dengan masyarakat tentu akan mengancam 6 ribu masyarakat Kelurahan Teluk Sepang seperti abu, asap yang menghasilkan beberapa polutan. PLTU juga mengancam melumpuhkan perekonomian 1.500 nelayan karena memang air menjadi hal yang vital dalam pengoperasian PLTU batu bara. “Kami sudah mengumpulkan tandatangan dukungan dari masyarakat Teluk Sepang untuk melakukan penolakan ini, dan suratnya sudah diajukan ke Gubernur,” demikian Artha.

 

Sementara itu, terkait dengan hal itu, Gubernur Bengkulu, Ridwan Mukti saat akan dikonfirmasi RB enggan berkomentar terkait dengan hal tersebut karena dianggap protes tersebut bernuansa politis. “Saya nggak mau berkomentar, karena itu politis,” jawab Gubernur saat ditanyakan hal itu.

 

Terpisah, Kepala Badan Lingkungan Hidup (BLH) Provinsi Bengkulu, Sofwin Saiful mengatakan saat ini tahapan penilaian untuk analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL) terus berjalan. “Mungkin mereka belum lihat di Cilacap yang jaraknya begitu dekat dengan masyarakat. Kalau kita ini kan cukup jauh dengan masyarakat. Kita saat ini masih melakukan penilaian-penilaian,” ungkapnya.

 

Ditegaskannya, dengan memegang dokumen AMDAL, menurutnya akan menjadi acuan bagi perusahaan tersebut untuk menjaga lingkungan. Justru kalau tidak ada AMDAL maka perusahaan tentu akan mengabaikan mengenai lingkungan. (zie)