Majelis Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Bengkulu membacakan putusan sela terhadap eksepsi kompetensi relatif tergugat II yaitu lembaga OSS dalam sidang lanjutan yang diadakan Senin 5 Agustus 2019.
Adapun putusan Majelis Hakim yaitu menolak eksepsi tergugat, didasarkan pada sejumlah pertimbangan salah satunya berdasarkan pasal Pasal 54 Ayat (2) Undang-Undang nomor 5 Tahun 1986 yang berbunyi “Apabila Tergugat lebih dari satu Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara dan berkedudukan tidak dalam satu daerah Hukum Pengadilan, gugatan diajukan kepada Pengadilan yang Daerah Hukumnya meliputi Tempat Kedudukan salah satu Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara”.
Saman Lating, S.H selaku Koordinator Tim Advokasi Langit Biru (T(a)LB) menyatakan bahwa pertimbangan hukum Majelis Hakim dalam putusan sela sudah tepat karena berdasarkan Pasal 54 Ayat (2) Undang-Undang nomor 5 tahun 1986 tersebut diatas. Sudah kita ketahui bahwa Tergugat I dalam hal ini Gubernur Bengkulu berkedudukan hukum dalam wilayah hukum Pengadilan Tata Usaha Negara Bengkulu sehingga kewenangan PTUN Bengkulu untuk memeriksa dan memutus perkara ini sudah sesuai.
Selain pertimbangan pasal 54 ayat 2, majelis hakim juga dalam putusan selanya mempertimbangkan asas peradilan cepat, mudah, dan berbiaya ringan, dimana rentang kendali masyarakat terdampak di Bengkulu untuk menggugat di Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta (tempat kedudukan hukum Tergugat II/Lembaga OSS) sangat jauh dan membutuhkan biaya yang besar sehingga Asas Peradilan yang telah disebutkan diatas tidak terealisasi, untuk itu sudah tepat dan benar apabila gugatan ini dimasukan dan atau didaftarkan pada Pengadilan Tata Usaha Negara Bengkulu (tempat Kedudukan Hukum Tergugat I dan Penggugat).
Salah seorang penggugat, Harianto setelah sidang menyampaikan bahwa putusan Majelis Hakim sangat adil berdasarkan banyak pertimbangan salah satunya bahwa kami selaku penggugat berdomisili di Bengkulu. “Majelis Hakim sudah mengambil keputusan yang seadil-adilnya” sambungnya.
Olan Sahayu, manager kampanye energi Kanopi Bengkulu menyatakan bahwa eksepsi ditolak oleh Majelis Hakim yang artinya sidang gugatan izin lingkungan PLTU batu bara Teluk Sepang tetap dilanjutkan di Bengkulu. Sidang akan dilanjutkan pada hari Rabu, 21 Agustus 2019 dengan agenda mendengarkan REPLIK dari penggugat di PTUN Bengkulu.
Warga Bengkulu menggugat Gubernur Bengkulu dan Lembaga Pengelola dan Penyelenggara Online Single Submission (OSS) dengan objek gugatan izin lingkungan atas nama PT Tenaga Listrik Bengkulu, Nomor Induk Berusaha 8120009862693 tanggal 2 November 2018. Gugatan dilayangkan pada tanggal 20 Juni 2019 di Pengadilan Tata Usaha Negara Bengkulu.
Dalam gugatannya, warga meminta PTUN membatalkan dan memerintahkan pencabutan izin lingkungan terbaru yang terbitkan Lembaga Online Single Submission (OSS). Para penggugat tidak pernah merasa dilibatkan dalam penyusunan ANDAL dan tidak mengetahui sama sekali atas terbitnya izin tersebut. Terbitnya izin lingkungan itu telah menghilangkan hak-hak penggugat untuk mendapatkan informasi dan menyampaikan saran terkait dengan pengerjaan proyek.
Terbitnya izin lingkungan tersebut juga akan menurunkan kualitas air laut akibat proses pembuangan air bahang dengan suhu 40 hingga 45 derajat celcius di badan air sehingga merusak habitat ikan. Hal ini bisa mengurangi dan mengancam mata pencaharian nelayan. Izin lingkungan ini juga sudah berdampak pada hancurnya 10 hektar hutan mangrove akibat pembangunan konstruksi.
Terbitnya izin lingkungan ssjuga meningkatkan risiko mematikan karena bangunan didirikan di zona merah gempa dan tsunami.
Penerbitan Objek Sengketa didasari atas penyusunan dokumen ANDAL yang mengandung kekeliruan dan ketidakbenaran informasi, sehingga bertentangan dengan Pasal 37 ayat (2) Undang – Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Penerbitan objek sengketa didasari atas Penilaian ANDAL yang tidak sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah bertentangan dengan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan.
Penerbitan objek sengketa didasari atas Penilaian ANDAL yang Tidak Sesuai Dengan Rencana Tata Ruang wilayah bertentangan dengan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan dan pengelolaan bencana dan Pasal 57 Undang – Undang Nomor 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, dan Pasal 13 Ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 64 Tahun 2010 tentang Mitigasi Bencana di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.