Catatan Akhir Tahun Tentang Potret Pengelolaan Lingkungan
Oleh: Yayasan Kanopi Bengkulu
Laju kerusakan lingkungan sejatinya sudah mulai disuarakan pasca ekspansi industri pasca revolusi industri. Dampak buruk seperti muncul penyakit, turunnya kualitas dan dan harapan hidup manusia menjadi parameter bahwa kerusakan lingkungan menjadi akar soal dan penyebab semua itu.
Kampanye dan advokasi untuk menjaga kelestarian lingkungan juga terus menerus dilakukan. Namun dalam perkembangannya sengitnya debat antara laju pertumbuhan ekonomi versus kerusakan lingkungan sebagai dampak telah membuat lingkungan menjadi korban.
Pada ruang global, perubahan iklim telah menyebabkan kenaikan suhu 1,2’C (kompas 16 Nov 2016), kenaikan suhu yang serta merta telah menyebabkan peningkatan permukaan air laut yang disertai meningkatnya suhu air laut telah bermuara kepada laju intrusi air laut meningkat, wilayah pantai yang tergerus serta semakin sedikitnya populasi ikan serta biota laut.
Hasil proyeksi kenaikan permukaan air menunjukkan bahwa wilayah Indonesia mengalami kehilangan daratan akibat kenaikan permukaan air laut. Jika diambil hasil proyeksi untuk tahun 2010, 2050, dan 2100 dengan luas daratan yang hilang secara berturut-turut seluas 7.408 km2, 30.120 km2, dan 90.260 km2 (Susandi et al. 2008 dalam Jusmi d. putuhena 2011).
Topografi wilayah di Provinsi Bengkulu didominasi oleh topografi yang curam ( 25%) sekitar 44,45 % dari total luas wilayah, daerah yang datar/landai (0-15%) hanya sekitar 18,12 % dari total luas wilayah. Ketinggian tempatnya berkisar 0 – 1600 meter dari permukaan laut. Secara geomorfologi, wilayah Provinsi Bengkulu memiliki 4 karakter utama yakni dataran pantai, dataran alluvial, zonalipatan, dan zona vulkanik. Tipe iklim di daerah ini didominasi oleh Tipe A system Schmith Ferguson dengan curah hujan tahunan berkisar antara 3.000 – 4000mm dengan jumlah hari hujan 130 – 200 hari/ tahun
Sementara propinsi Bengkulu yang memiliki panjang pantai tidak kurang dari 524 KM secara cepat mengalami abrasi, beberapa titik abrasi terparah di propinsi Bengkulu adalah, pantai Mukomuko, pantai lais, dan pantai panjang serta pantai Seluma, Sedikitnya 49,5 kilometer jalur pantai di Provinsi Bengkulu kondisinya semakin kritis akibat abrasi. Kondisi pantai tersebut mengancam di beberapa tempat di sepanjang pantai barat Bengkulu, mulai dari daerah Kabupaten Mukomuko di utara hingga wilayah Kaur di perbatasan Lampung. Laju abrasi pantai di Provinsi Bengkulu dewasa ini diperkirakan mencapai rata-rata empat meter setiap tahun. Hasil identifikasi itu diketahui terdapat 16 kawasan pantai yang kondisinya sangat kritis karena abrasi sudah amat parah. Sebanyak 16 kawasan yang parah dihantam abrasi laut tersebut menyebar di lima daerah. Di antaranya adalah kawasan pantai Kota Bengkulu sepanjang delapan meter, pantai Desa Padang Bakung, Desa Pasar Bawah Manna dan pantai Desa Maras di Kabupaten Bengkulu Selatan (total sepanjang 9,7 meter), Desa Air Rami dan Air Dikit di Mukomuko (9,4 meter), serta enam lokasi di Bengkulu Utara (9,2 meter) (kompas, 18 September 2006) dalam Urip Santoso 2006
Wilayah padat mukim di propinsi sejatinya berada pada wilayah pesisir, ada 241 desa yang tersebar di 7 kabupaten kota. Secara umum warga pesisir ini mengandalkan hasil perikanan tangkap untuk memenuhi kebutuhan hidup. Namun kenyataannya dari total jumlah penduduk miskin di propinsi Bengkulu, wilayah pesisir merupakan kantong kemiskinan terbesar. Tidak kurang dari 5000 orang dinyatakan miskin dari total 10.000 jiwa yang berprofesi sebagai nelayan. (antara 2014).
Namun jika dilihat dari jumlah desa pesisir sementara pertumbuhan ekonomi juga dipengaruhi oleh hasil laut. maka nelayan miskin akan memberikan efek domino kepada warga pesisir lainnya yang tidak menjadi nelayan tangkap. Sampai dengan sekarang ini belum ada data yang menyatakan berapa tingkat kemiskinan masyarakat wilayah pesisir.
Wilayah pesisir, kondisi air tanahnya juga telah mengalami proses degradasi yang telah memasuki babak mengkhawatirkan. Nurina et.al 2000, menyatakan bahwa setidaknya sawit telah mempengaruhi kesetimbangan ekologis yang dibuktikan dengan Meningkatnya aliran permukaan, erosi, sedimentasi dan longsor, Meningkatkan laju erosi permukaan Peresapan air semakin, terbatas Mengurangi ketersedian air pada musim kemarau,
Perkebunan sawit yang sekarang ini mencapai 308.669 ha (statistic perkebunan Indonesia 2014-2016) diperkirakan menjadi salah satu penyebab utama dari turunnya daya dukung lingkungan wilayah pesisir Bengkulu. Diketahui bahwa dari total luasan perkebunan sawit tersebut, berdasarkan pemandangan umum dapat dilihat bahwa sawit telah ditanam sepanjang wilayah pesisir Bengkulu terutama pada wilayah mukomuko, Bengkulu utara dan kabupaten Seluma.
“Salikhin, (banjir dimusim kemarau)warga penago baru mengeluhkan bahwa sekarang ini jika musim kemarau dimana debit air sungai seluma lebih rendah dari permukaan air laut telah menyebabkan terjadinya genangan air sungai seluma meluap sampai ke pemukiman. Fenomena tertutupnya muara sungai Seluma sebenarnya sudah terjadi sejak lama, akan tetapi dalam beberapa tahun terakhir ini karena semakin sedikitnya wilayah resapan air telah menyebabkan air sungai meluap sampai ke tempat pemukiman.”
Bukit barisan yang secara ekologis mempunyai fungsi penjaga iklim, menjadi wilayah tangkapan air serta fungsi ekologis lainnya Telah mengalami degradasi yang cukup memprihatinkan, hutan propinsi Bengkulu telah mengalami kerusakan 231.157,75 hektare dari total luasan hutan 924.631 (dinas kehutan propinsi Bengkulu via pedoman Bengkulu februari 2016). Ada peningkatan laju kerusakan hutan. Dimana pada tahun 2014 total luasan kerusakan hutan propinsi Bengkulu adalah 230.234 ha. Dari total luasan hutan yang menjadi tanggungjawab propinsi Bengkulu seluas 460.044,58 ha yang terdiri dari hutan lindung seluas 250.000,75 ha, HPT 173.280 ha, HP 25.000,83 ha, dan HPK 11.763 ha, menunjukan bahwa lebih dari 50% hutan yang dikelola propinsi Bengkulu telah mengalami kerusakan.
Fakta dilapangan berdasarkan hasil investigasi yang dilaksanakan oleh yayasan genesis yang bekerja sama dengan akar network, ditemukan areal hutan produksi air ipuh 2 memiliki sertipikat dengan luasan tidak kurang dari 10 Ha. Selain itu juga ditemukan adanya perkebunan sawit dalam Taman Nasional kerinci seblat wilayah Mukomuko, logging masih secara terus menerus terjadi dalam TNKS. Deskripsi menggambarkan bahwa model kelola hutan di kabupaten Mukomuko masih belum bergerak menuju kearah yang lebih baik.
Untuk wilayah Rejang lebong, hutan lindung bukit daun dengan total luasan 3.740 Ha, berdasarkan peta indikatif yang dibuat oleh yayasan kanopi Bengkulu hanya sekitar 1000 ha saja yang masih dapat dikatakan hutan, selebihnya telah berubah menjadi perkebunan kopi serta semak belukar.
Data dan informasi terbaru tentang laju kerusakan hutan di propinsi Bengkulu memang belum dapat di tampilkan secara utuh, hal ini karena keterbatasan informasi yang diperoleh oleh masyarakat sipil dimana mereka bekerja pada wilayah-wilayah strategis program saja. Namun dari beberapa fakta tersebut dapat ditarik kesimpulan dangkal bahwa belum ada kemajuan yang signifikan.
Bencana Antropogenik,
Secara nasional Tahun 2016 Indonesia mencatat ada 1.985 bencana yang terjadi sejak januari sampai dengan November, angka ini masih berpotensi terus meningkat seiring dengan tingginya curah hujan serta anomali iklim. Jumlah bencana ini merupakan rekor baru dimana pada tahun sebelumnnya tercatat jumlah bencana di Indonesia sebanyak 1.677 kali.
Banjir bandang dan tanah longsor dalam taman nasional kerinci seblat. Tepatnya pada pada 4 Desember 2015 yang menelan korban 18 orang. Adalah tamparan keras bagi pengelola taman nasional kerinci seblat, Perkampungan karang sulu yang berada dalam Taman nasional ini sebenarnya merupakan wilayah pertambangan emas. Hampir tidak ada pengawasan terhadap wilayah TNKS. Hal ini terbukti bahwa areal pertambangan ini telah berkembang menjadi perkampungan.
Selama tahun 2016 badan penanggulangan bencana propinsi Bengkulu mencatat 206 kejadian bencana. Dari total bencana tersebut hanya 12 kali bencana yang tidak termasuk dalam bencana akibat ulah manusia, selebihnya semuanya disebabkan oleh aktivitas yang menyebabkan bergesernya titik kesetimbangan ekologis. Sementara pada tahun 2015 Bengkulu mengalami bencana ekologis sebanyak 104. Sebagai catatan pada tahun 2015 bengkulu mengalami kemarau panjang. Gagal panen dan turunya peningkatan pendapatan petani tidak pernah dihitung sebagai persoalan serius yang harus diselesaikan.
Banjir bandang di Kaur yang melanda desa suku tiga, Seluma yang melanda sepanjang kawasan pesisir serta banjir bandang sungai seblat merupakan contoh nyata bahwa sampai dengan sekarang ini belum ada upaya terpadu dari berbagai elemen untuk menghentikan laju kerusakan hutan bagian hulu sungai yang berfungsi mengatur daur hidrologi.
Banjir di Seluma dalam kurun waktu 1 tahun terakhir tercatat minimal tiga kali. Meluapnya sungai sindur, Dan sungai jenggalu serta Sungai Seluma menjadi pemandangan rutin. Curah hujan sedikit diatas rata-rata dapat dipastikan banjir akan segera tiba.
Banjir di desa Suku tiga ini akibat meluapnya sungai Nasal, hulunya berada dalam taman nasional bukit barisan selatan dan bukit kumbang. Banjir ini setidaknya telah menelan korban sedikitnya 110 rumah terendam. Kerugian terbesar selain terendamnya areal pertanian warga, adalah warga suku tiga kehilangan akses air bersih.
Terakhir bencana teknologi akibat pembangunan pembangkit listrik tenaga panas bumi. Bencana banjir bandang yang menyebabkan korban jiwa sebanyak 6 orang, serta hancurnya areal pertanian warga menjadi gambaran tegas bahwa daya dukung Bengkulu tidak cukup untuk menampung ekploitasi berlebih
Jumlah sungai dan anak sungai tidak kurang dari 130 dan 27 Daerah aliran sungai (DAS). Kondisi ini di perparah dengan topografi Bengkulu yang memiliki jarak antara bukit dan pantai yang pendek yaitu antara 32 km – 102 km. Dengan kondisi seperti ini maka amat lah wajar jika bencana ekologis pada tahun 2016 menjadi sangat tinggi.
Potensi Ancaman kedepan
1. Dampak perubahan Iklim
Dampak perubahan iklim dipastikan akan tetap memberikan pengaruh buruk terhadap daya dukung lingkungan, kenaikan suhu bumi sebesar 1,2’C dengan dasar baseline 1950, dipastikan akan mengancam wilayah pesisir Propinsi Bengkulu, Dalam perkembangannya suhu bumi telah meningkat tidak kurang dari 0,4’C dalam kurun waktu 10 tahun terakhir. Wilayah-wilayah seperti pantai maras, pantai panjang serta pantai mukomuko dipastikan akan mengalami hantaman yang lebih keras dari samudera hindia.
Sebagaimana diketahui bahwa Negara telah mengeluarkan anggaran milyaran rupiah untuk menahan hantaman air laut. Sementara disisi lain Bengkulu juga telah mulai kehilangan wilayah daratan secara signifikan sebagai akibat perubahan iklim
2.Laju kerusakan hutan
Sk No 784 tahun 2012 tentang penunjukan kawasan hutan propinsi Bengkulu sejatinya masih meninggalkan pekerjaan rumah yang tidak sedikit. Sinkronisasi peta acuan yang merupakan ikutan Surat keputusan tidak dapat menjadi referensi valid.
Ketidak jelasan terhadap wilayah yang sudah dilepaskan akan tetapi masih masuk dalam peta kehutanan, contohnya adalah peta pantai panjang yang masih masuk dalam taman wisata alam, selain itu beberapa wilayah yang sudah digarap oleh warga, seperti di taman wisata alam Seblat. Transmigrasi Desa Air kuro yang dilaksanakan pada tahun pada era tahun 80-an
SK ini juga terlalu mengakomodir perusahaan contoh agromuko dan DDP yang masuk masuk ke wilayah HPT seluas 1400 ha sekarang ini dikeluarkan menjadi kawasan fungsi khusus. Sementara wilayah desa seperti Desa Sendang mulya, dan desa Sidomulyo masih masuk dalam kawasan hutan produksi terbatas air manjuto dan HP Air dikit.
Dokumen rencana pembangunan jangka menengah daerah propinsi Bengkulu hanya memaparkan konsep pelibatan masyarakat dalam pengelolaan hutan
3.Investasi Tambang
Subsektor pertambangan merupakan subsektor yang kecil peranannya dalam perekonomian Provinsi Bengkulu seperti terlihat dari relatif rendahnya peranan subsektor pertambangan dalam PDRB Provinsi Bengkulu. Selama waktu 2010-2014 peranan subsektor pertambangan dalam PDRB rata-rata berkisar antara 3 – 4 persen saja per tahun. (http://bengkuluprov.go.id/potensi/pertambangan/)
Hingga kini produksi batu bara di Provinsi Bengkulu mencapai 6,29 juta ton/th tertinggi di bulan Juni sebesar 756,5 ribu ton dan terendah di bulan November sebesar 234,6 ribu ton. Batubara Provinsi Bengkulu umumnya ditujukan untuk ekspor, sisanya dijual ke Pasar dalam negeri. Seiring dengan terus meningkatnya produksi batubara, total volume ekspor batubara Provinsi Bengkulu pada tahun 2014 mencapai 3,26 juta ton (58,19 persen dari total penjualan batubara).
Diperkirakan ekploitasi batubara akan berpengaruh terhadap semakin tingginya “surface run off” perubahan iklim mikro serta gangguan terhadap Daerah aliran sungai penting. DAS Bengkulu, Musi dan DAS ketahun adalah beberapa daerah yang dapat dipastikan mengalami laju kerusakan secara massive.
Jasa Lingkungan sebagai parameter pertumbuhan ekonomi
Jasa lingkungan dan hasil hutan kayu dan non kayu seharusnya menjadi salah parameter dalam mengukur pertumbuhan ekonomi. Beberapa parameter penting seperti air untuk pertanian, pembangkit listrik dan budidaya ikan air tawar serta sumber air baku, iklim mikro untuk aktivitas pertanian palawija dan tanaman keras seperti kopi
Berdasarkan dokumen rencana pembangunan jangka menengah propinsi Bengkulu belum terlihat secara jelas bagaimana mengoptimalkan jasa lingkungan sebagai barometer pertumbuhan ekonomi. Pembangunan masih menitikberatkan kepada bagaimana meningkatkan ekonomi melalui usaha-usaha pemanfaatan sumber daya alam secara langsung.
Upaya penanggulangan bencana yang belum terintegrasi
Penanggulangan bencana dipropinsi Bengkulu masih menekankan kepada peningkatan kesadaran warga melalui peningkatan kapasitas dalam menghadapi bencana. Selain titik tekan dalam penanggulangan bencana juga diarahkan kepada kepada peningkatan proses pembantuan pada saat kejadian bencana.
Badan penanggulangan bencana sebagai pemangku garda depan dalam penanggulangan bencana belum secara optimal mengarahkan programnya untuk mereduksi potensi bencana yang bersumber dari turunnya daya dukung lingkungan. Koordinasi yang menghasilkan program bersama pengurangan risiko bencana kepada parapihak belum terlihat secara tegas.