Seluas 600 hektare hutan di kawasan Bentang Alam Seblat yang merupakan rumah terakhir gajah Sumatera kembali dirambah untuk dijadikan kebun sawit.
Tim Patroli Kolaboratif Konsorsium Bentang Alam Seblat menemukan pembukaan lahan seluas lebih kurang 600 ha itu terdapat di kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT) Air Ipuh I. Dari luasan tersebut, sekira 10 ha sudah dibakar dan siap ditanami sawit. Tim juga menemukan ratusan polibag bibit sawit siap tanam di sekitar area yang dirambah tersebut.
Patroli kolaboratif anggota Konsorsium Bentang Seblat bersama dengan polisi kehutanan dari Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Provinsi Bengkulu, BKSDA dan TNKS mengambil jalur pemantauan berdasarkan informasi dari masyarakat.
Selain temuan diatas, pada September 2021, tim juga menemukan sekira 100 ha hutan di kawasan HP Air Rami diduga milik beberapa oknum kepala desa di wilayah Bengkulu Utara.
Koordinator Program Konsorsium Bentang Alam Seblat, Iswadi mengatakan bahwa hampir setiap patroli kolaboratif ditemukan perambahan baru di wilayah habitat gajah Sumatera. Temuan tersebut telah dilaporkan ke pihak yang bertanggungjawab, namun sampai saat ini belum ada tindakan yang berarti. Sementara pembukaan lahan baru semakin tidak terbendung, yang akan membuat gajah di Bentang alam Seblat semakin terancam.
Menurut dia luasnya kawasan hutan yang ditebang dan segera beralih jadi kebun sawit mengindikasikan perbuatan melawan hukum ini hanya untuk mencari keuntungan semata. Oknum yang melakukan pembukaan lahan ini sudah terstruktur dan massif jika dilihat dari hasil temuan.
Selama 11 kali patroli yang dilakukan dalam kurun 2021-2022 telah ditemukan ada 58 titik perambahan di area habitat gajah di dalam kawasan hutan seperti di HP Air Teramang, HPT Air Ipuh I, HP Air Rami, dan Hutan Produksi Terbatas (HPT) Lebong Kandis.
Temuan ini menurut Iswadi mengidentifikasikan lemahnya pengawasan dari negara dan atau adanya pembiaran dari penyelenggara negara dalam memutus praktik pembukaan lahan ataupun jual beli lahan kawasan hutan di daerah ini. Negara menurutnya masih abai akan keselamatan Bentang Alam Seblat yang menjadi rumah terakhir gajah Sumatera dan satwa lainnya.
“Penting untuk Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Bengkulu selaku pemangku kawasan bersama penegak hukum lainya bertindak secara tegas. Jika tidak, upaya membangun jalur konektivitas yang aman untuk gajah di Bentang Alam Seblat akan semakin sulit,” kata Iswadi.
Bentang Alam Seblat memiliki luasan tidak kurang dari 323 ribu hektar, membentang dari Sungai Ketahun hingga ke Air Majunto. Secara administrasi wilayah ini berada di dua kabupaten yaitu Bengkulu Utara dan Mukomuko.
Berdasarkan riset analisis tutupan hutan yang dilakukan oleh Konsorsium Bentang Alam Seblat, menemukan seluas 39.812,34 hektar atau 49 persen Benetang Seblat telah menjadi hutan lahan kering sekunder dan seluas 23.740,06 hektar atau 29 persennya telah beralih fungsi menjadi non-hutan.
Fakta itu sebenarnya belum mewakili Bentang Alam Seblat secara keseluruhan. Analisis ini hanya dilakukan di wilayah kerja Konsorsium Bentang Alam Seblat mencapai 80.987 hektar yang melingkupi kawasan hutan Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) seluas 17.500 hektar, HPT Air Ipuh I seluas 19.659 hektar, HP Air Ipuh II 6.500, HPT Lebong Kandis seluas 12.000 ha, HPT Air Rami 14.010 hektar, HPT Air Teramang 4.818 hektar dan areal peruntukan lain seluas 6.500 hektar.