Kehadiran Omnibuslaw RUU Cipta Kerja mengancam hilangnya matapencaharian 1,1 juta jiwa petani di Bengkulu. Selain karena massifnya penerbitan izin konsesi, krisis ekologis dan ketergantungan pemerintah dengan komoditi global dan tidakadanya jaminan harga hasil pertanian. RUU ini juga akan semakin memperdalam derita para petani.
Omnibuslaw adalah bahaya paling nyata para petani dimana pun. RUU ini tak ubahnya sebagai wujud lain dari liberalisasi tanah. Kedepan, tanah-tanah produktif petani terus dirampas, petani terlempar dari ruang produksinya dan masuk lebih dalam pada situasi krisis yang multidimensional.
Hari ini saja, praktik liberalisasi tanah telah berlangsung dan melahirkan beberapa konflik di berbagai wilayah provinsi Bengkulu. Data Konsorsium Pembaharuan Agraria (KPA) 2020 menyebutkan di Bengkulu ada 8 letusan konflik dengan jumlah luasan 6484 hektare. Beberapa konflik agraria yang meletus adalah konflik antara rakyat di Seluma dengan PT. Sandhabi Indah Lestari, konflik antara rakyat di Kulik Sialang, Kaur dengan PT. Ciptamas Bumi Selaras, konflik antara rakyat di Malin Deman, Mukomuko dengan PT. Daria Dharma Pratama (DDP).
Sejatinya, potensi konflik agraria di Bengkulu lebih besar dari itu. Data Genesis Bengkulu menyebutkan ada 312 desa yang menjadi titik rawan konflik sebab bertumpang tindih dengan 28 izin usaha pertambangan dan 41 hak guna usaha perkebunan. Tersebar di kabupaten Mukomuko, Bengkulu Utara, Lebong, Rejang Lebong, Kepahiang, Bengkulu Tengah, Seluma dan Kaur. Karena itu, ditetapkannya RUU Cipta Kerja adalah bom waktu yang siap meledak.
Disisi lain, masa izin HGU 90 tahun dalam RUU Cipta Kerja juga akan terus menerus mengancam kehidupan petani. Dua generasi keluarga petani kedepan akan terus hidup terjajah oleh perusahaan. Di Bengkulu terdapat lima perusahaan dengan total luas konsesi 20.103 hektar yang akan habis masa berlaku HGU nya dalam rentan waktu 2020-2022. Artinya, ketika omnibuslaw disahkan dan negara mengakomodasi perpanjangan HGU perusahaan tersebut kelima perusahaan tersebut akan memperoleh izin untuk beroperasi hingga 90 tahun kedepan.
RUU ini juga menjadi cermin praktik ketidakadilan. Impunitas terhadap perusahaan dengan menghapus kewajiban perkebunan untuk mengusahakan lahan perkebunannya dan menghapus sanksi bagi perusahaan yang tidak menjalankan kewajibannya juga akan memberikan peluang bagi perusahaan untuk melakukan praktik agunan konsesi izin di bank. Hal ini tentunya juga akan semakin menghambat pelaksanaan reforma agraria.
Omnibuslaw RUU Cipta Kerja mengakomodasi pembentukan lembaga bank tanah yang akan semakin memperparah situasi ketimpangan agraria, konflik agraria, mempermudah perampasan tanah (land grabbing) dan menyuburkan praktik mafia tanah. Sebab, alasan utama pembentukan bank tanah adalah untuk mempercepat proses pengadaan tanah untuk proyek pembangunan infrastruktur atas nama proyek strategis nasional. Bank tanah dan reforma agraria adalah sebuah paradoks.
Pemberian keistimewaan bagi pemegang izin, termasuk di dalamnya adalah penghapusan kewajiban perusahaan untuk memenuhi izin lingkungan atau kajian kelayakan strategis sesuai Rencana Tata Ruang Wilayah akan mempercepat alih fungsi tanah pertanian. Ancaman krisis pangan semakin nyata di depan mata. Petani pemilik tanah dan penggarap akan semakin berkurang jumlahnya, sebab mereka akan terpisah dari alat produksinya yaitu tanah. Kehidupan ekonomi petani akan semakin terpuruk.
Menyikapi situasi ke-Indonesian hari ini sekaligus dalam momentum Hari Tani Nasional ini, kami Rakyat Bengkulu Bergerak menyampaikan beberapa poin tuntutan kami, yaitu :
1. Gagalkan Omnibuslaw (RUU Cipta Kerja)
2. Jalankan Reforma Agraria Sejati dan pastikan kesejahteraan petani
3. Hentikan konflik agraria dan kriminalisasi terhadap petani di Bengkulu
4. Jangan perpanjang HGU yang akan habis masa berlakunya
5. Berikan HGU Terlantar dan IUP Terlantar untuk rakyat
6. Jamin stabilitas harga hasil pertanian rakyat
7. Wujudkan Ketahanan pangan Indonesia
8. Fokus tuntaskan pandemi COVID-19
Kami juga mengajak seluruh rakyat Bengkulu, terkhususnya petani untuk melakukan gerakan merebut tanah, memproteksi tanah yang dimiliki saat ini dan menyatakan sikap menolak omnibuslaw.
No Land, No Life!
No Land, No Food!
Rebut Tanah, Gagalkan Omnibuslaw (RUU Cipta Kerja)
Dalam Rangka Hari Tani Nasional (HTN) 24 September
Oleh : “Gerakan Bengkulu Berdaulat”
#Haritaninasional #masyarakatbengkulubergerak #tolakomnibuslaw #atasiviruscabutomnibus #jegalsampaigagal