Di saat rakyat kepayahan dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari dan bertahan di krisis wabah covid-19. Pemerintah dan DPR malah giat berkumpul rapat dan sigap mengesahkan RUU Minerba. RUU dengan pasal yang kental aroma mengakomodir titipan oligarki tambang telah menegaskan bahwa negara ini sedang memberikan jaminan (bailout) kepada industri tambang. Masyarakat sipil bersama rakyat tidak akan tinggal diam dan akan mengambil langkah-langkah baik itu hukum ataupun lainnya, baik itu kepada pemerintah, DPR, maupun korporasi yang ada di baliknya untuk membatalkan keputusan yang akan mengundang malapetaka ini.

Hari ini, bertepatan dengan Selasa Kelam Tragedi Trisakti 22 tahun silam, sejumlah warga negara mengirimkan tanda duka cita berupa karangan bunga dan keranda mayat di Gedung DPR RI, tepat sebelum sidang paripurna pengesahan RUU Minerba dimulai. Mereka mengecam DPR dan Presiden Jokowi lebih memilih melindungi kepentingan industri batu bara dibandingkan rakyat.

Iqbal Damanik – Auriga Nusantara
“Pengesahan RUU Minerba ini menambah panjang masa ketergantungan ekonomi Indonesia pada komoditas sumber daya alam. Memperlihatkan kerakusan dan cara pandang yang eksploitatif. Salah satunya adalah dengan ditambahkannya pasal 169 A yang menyebutkan kontrak/perjanjian yang belum memperoleh perpanjangan dijamin mendapatkan dua kali perpanjangan dalam bentuk IUPK selama 10 tahun. Untuk diketahui bahwa terdapat 7 PKP2B yang akan berakhir kontraknya kurang dari lima tahun lagi.”

“Fokus Pemerintah pada penyelamatan pebisnis batubara ini, sangat disayangkan melalui perubahan Undang-undang. Pemerintah harusnya memaksa para pemegang kontrak/perjanjian ini untuk menyelesaikan terlebih dahulu kewajibannya tanpa serta merta menjamin perpanjangan. Kewajiban tersebut salah satunya adalah menutup lubang-lubang tambang yang disebabkan aktivitas pertambangan, total luas lubang tambang itu lebih dari 87 ribu hektare, atau setara dengan luas Jakarta digabungkan dengan Kota Bandung.”

Edo Rakhman – Walhi Nasional
“Pembahasan di tengah wabah covid-19 telah meniadakan partisipasi publik dan akses keterbukaan informasi. DPR RI yang seharusnya fokus mengawasi anggaran dan pelaksanaan penangan wabah covid-19, malah sibuk mengesahkan undang-undang yang akan semakin merusak dan mencemari lingkungan.”

“Perilaku DPR RI ini seperti merampok di tengah kebakaran, di tengah publik yang terdampak dan akan terdampak oleh pertambangan, berjuang melawan covid-19. Pembahasan secara daring pun ternyata tidak membuka partisipasi publik karena media dan publik dikeluarkan dari pembahasan secara daring tersebut. Undang-Undang yang akan disahkan DPR ini dipastikan sarat akan kepentingan investor.”

Aryanto Nugroho – PWYP Indonesia
“RUU Minerba mereduksi kewenangan Pemerintah Daerah yang merupakan mandat reformasi. Dengan kata lain, RUU Minerba bertentangan dengan prinsip otonomi daerah untuk melakukan penguatan dan kemandirian daerah. Alasan penarikan kewenangan perizinan ke pusat karena penerbitan izin di daerah diduga banyak korupsi, sangat tidak relevan. Problem di daerah adalah problem korupsi politik dan penegakan hukum. Bukan problem terkait visi dan filosofi pembagian kewenangan pusat dan daerah. Justru, penarikan kewenangan perizinan ke pusat kontradiksi dengan upaya pembinaan dan pengawasan yang telah dibangun oleh Pemerintah Daerah.”

“Selain itu, apakah Pemerintah Pusat sanggup melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap ribuan izin tambang yang tersebar di seluruh Indonesia? Bagaimana proses transisinya? Baik transisi SDM maupun kelembagaan. Catatan masyarakat sipil menunjukkan, proses peralihan perizinan dari Kabupaten ke Provinsi pun sampai hari ini masih memiliki kendala. RUU MInerba juga berpotensi menyebabkan eksploitasi besar-besaran tanpa kontrol dengan dihapuskannya ketentuan klausul pengendalian produksi dan ekspor.”

Merah Johansyah – Jaringan Advokasi Tambang (JATAM)
“RUU ini tidak berangkat dari masalah yang lahir dan dihadapi rakyat, buruh dan lingkungan hidup di lapangan dan tanpa evaluasi atas kondisi krisis yang dihadapi, pembahasan revisi RUU Minerba lahir dari titipan oligarki batubara pada politisi senayan beserta parpolnya masing-masing sebagai akibat dari bentang politik kita yang dicengkeram oleh oligarki.”

“RUU ini justru memberikan hak veto kepada pengusaha pertambangan dan batubara, sementara partisipasi rakyat korban pertambangan, masyarakat adat dan kelompok rentan lainnya seperti perempuan ditinggalkan, tidak dilibatkan dan tidak diakomodasi suaranya. Pembicaraan dalam sidang hanya seputar birokrasi perizinan, investasi dan divestasi saham, keselamatan rakyat korban tambang, ancaman kesehatan akibat tambang dan batubara hingga masalah polusi dan pencemaran lingkungan hidup diabaikan.”

“Sebelum RUU Minerba ini disahkan sudah 44 persen daratan kepulauan Indonesia dikapling konsesi pertambangan dan migas, jika RUU ini resmi diketuk, maka perluasan penambangan tidak akan mengenal batas lagi, memicu pengusiran warga sekitar tambang dan menyebabkan pengungsi diatas tanah sendiri karena sudah dikuasai pertambangan.”

Kontak media:
Aryanto Nugroho dari Publish What You Pay Indonesia, 0813-2660-8343
Iqbal Damanik dari Auriga Nusantara, 0811-4445-026
Edo Rakhman dari Eksekutif Nasional WALHI, 0813-5620-8763
Merah Johansyah dari JATAM Nasional, 0813-4788-2228

#TolakRUUMinerba #GagalkanRUUMinerba