Ratusan batang pohon cemara dan jenis tanaman lain tumbang di dalam Taman Wisata Alam (TWA) Pantai Panjang-Pulau Baai. Awalnya hutan pantai yang memberikan fungsi ekologis salah satunya iklim mikro kini telah hilang. Laju abrasi di sekitar Muara Sungai Jenggalu terus meningkat dan menggerus daratan.

Semua ini berawal dari penebangan pohon dan pembersihan lahan yang terjadi di kawasan TWA Pantai Panjang. Sehingga menjadi pertanyaan besar bagi masyarakat termasuk lembaga swadaya masyarakat Gerakan Masyarakat Pengawas Birokrasi (GEMAWASBI) yang mengirimkan pengaduan kepada Legislatif Kota Bengkulu.

Kamis 16 Juli 2020, atas pengaduan tersebut Komisi II DPRD Kota Bengkulu melakukan sidak ke TWA Pantai Panjang bersama para pihak Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Bengkulu, DLH Kota Bengkulu, termasuk Yayasan Kanopi Hijau Indonesia dan Walhi Bengkulu guna mengetahui apa yang sebenarnya terjadi di kawasan TWA Pantai Panjang dan Pulau Baai.

Ironisnya, Kepala BKSDA Bengkulu, Donal Hutasoit mengatakan bahwa penebangan yang terjadi di kawasan TWA pantai panjang Bengkulu dilakukan oleh pihak BKSDA sendiri dengan dalih membersihkan lahan dan akan mereboisasi ulang kawasan tersebut. Hal ini sangat disayangkan karena proses ini dilakukan tanpa memikirkan kaidah-kaidah keselamatan lingkungan hidup dan ekosistem yang di wilayah tersebut.

Selain itu, dalam kawasan TWA Pantai Panjang diterbitkan izin usaha penyediaan sarana wisata alam kepada PT Noor Alif Bencoolen (NAD).

PT NAB mengantongi Izin usaha penyediaan sarana wisata alam yang dikeluarkan oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Republik Indonesia Nomor: SK.988/Menlhk/Setjen/KSA. 3/11/2019 tentang Izin Usaha Penyediaan Sarana Wisata Alam Pada Blok Pemanfaatan TWA Pantai Panjang dan Pulau Baai.

SK Menteri diterbitkan sesuai izin prinsip usaha penyediaan sarana wisata alam PT. Noor AB yang diberikan pada blok pemanfaatan TWA Pantai Panjang dan Pulau Baai seluas 20,00 Ha di Kota Bengkulu yang dikeluarkan oleh Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (Kepala BKPM) Nomor: 5/1/PP-IUPSWA/PMDN/2017 tanggal 11 April 2017.

Masih menjadi pertanyaan besar, status kawasan TWA Pantai Panjang saat ini masih penunjukan dan belum ada surat keputusan penetapan kawasan, tapi Menteri LHK mengeluarkan izin usaha penyediaan sarana wisata alam (IUPSWA) di kawasan tersebut.

Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 784/Menhut-II/2012 tanggal 27 Desember 2012 tentang Perubahan Atas Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor 420/Kpts-II/1999 Tanggal 15 Juni 1999 tentang Penunjukan Kawasan Hutan di Wilayah Propinsi Daerah Tingkat I Bengkulu seluas ± 920.964 Hektar. Penunjukan kawasan TWA Pantai Panjang (Reg 91) seluas 1,172.64 ha (Lampiran SK).

Atas dasar tersebut, Kanopi Hijau Indonesia menyatakan izin usaha penyediaan sarana wisata alam yang diberikan kepada PT NAD dilandasi oleh peraturan yang tidak memiliki kepastian hukum.

Sebagaimana yang dimaksud dalam undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang kehutanan Pasal 14 ayat 2 bahwa kegiatan pengukuhan kawasan hutan, dilakukan untuk memberikan kepastian hukum atas kawasan hutan.

Hal ini tertera dalam pasal 15 ayat 1 pengukuhan kawasan hutan mulai dari penunjukan, penataan batas kawasan, pemetaan dan penetapan kawasan hutan. Masih ada dua tahapan proses yang harus diselesaikan untuk dikeluarkannya SK penetapan kawasan.

Sementara berdasarkan peraturan menteri LHK No P.8/MENLHK/SETJEN/KUM.1/3/2019 Tentang Pengusahaan Pariwisata Alam di Suaka Margasatwa, Taman Nasional, Taman Hutan Raya dan Taman Wisata Alam bahwa permohonan izin usaha (IUPSWAP) bisa diajukan jika sudah ada penetapan kawasan TWA berdasarkan SK Menteri LHK.

Untuk itu, kami meminta kepada BKSDA untuk menghentikan semua aktivitas di TWA Pantai Panjang sampai seluruh kejelasan perizinan dan status kawasan hutan selesai.