Pneumoconiosis atau dikenal ” black lung disease” merupakan penyakit pernafasan yang disebabkan oleh debu batu bara. Partikel debu halus batu bara yang masuk ke dalam sistem pernafasan setiap hari dalam jangka waktu bertahun-tahun akan mengendap di dalam paru-paru sehingga menyebabkan penyakit paru hitam

Saat ini, ratusan buruh perempuan pemilah batu bara bekerja di stockpile batu bara di Pelabuhan Pulau Baai, Kota Bengkulu. Para buruh hanya memakai masker sederhana dan selendang sebagai penutup hidung yang sesungguhnya tidak layak untuk membendung debu masuk ke saluran pernafasannya. Dengan standar kesehatan dan keamanan kerja (K3) yang sangat lemah baik dari sisi aturan maupun pengawasannya, resiko kesehatan yang harus ditanggung teramat besar.


Selain penyakit ini, menghisap debu batubara dan akumulasinya dalam paru-paru juga meningkatkan resiko menderita bronkitis kronis serta penyakit paru obstruktif kronis, bahkan kanker paru. Dengan pendapatannya yang sudah di bawah upah minimum, bisakah kita bayangkan perempuan-perempuan ini harus menabung untuk membiayai resiko kesehatan.

Di sisi lain, satu juta ton batu bara akan dibakar per tahun bila Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batu bara beroperasi di Kelurahan Teluk Sepang, Kota Bengkulu. Proyek PLTU yang masih dalam tahap konstruksi itu ditargetkan beroperasi pada 2019. Bila PLTU berkapasitas 2 x 100 MW itu beroperasi sebanyak 2.900 ton batu bara akan dibakar per hari. Dampaknya jelas, polusi udara menghantui masyarakat di wilayah Kota Bengkulu.

Pembakaran batu bara akan mencemari udara dengan polutan yang mengandung SO2, NOx dan PM 2,5 ditambah hujan asam, emisi logam berat seperti merkuri, arsenik, nikel, kromium dan timbal. Akibatnya, rakyat akan terpapar polusi yang dapat memicu penyakit stroke, jantung insemik, kanker paru-paru, paru obstuktif kronik, dan lain karena penyakit pernafasan dan kardiovaskular.

Berkaca dari kasus Panau, Sulawesi Tengah di mana puluhan orang sudah terjangkit kanker dan paru-paru yang diduga akibat terpapar polusi PLTU batu bara berkapasitas 2 x 15 Megawatt. Bahkan sembilan orang warga di wilayah itu telah kehilangan nyawa. Karna itu masyarakat harus mengetahui dampak buruk dari proyek PLTU batu bara dan terlibat aktif menyuarakan penolakan pengembangan energi kotor PLTU batu bara.

Aksi ini bertujuan agar masyarakat Bengkulu tahu bahaya dari black lung disease/ penyakit paru hitam yang di sebabkan oleh batu bara dan hasil pembakaran batu bara yakni PLTU Batu bara.
Karena itu, Aliansi Tolak Paru Hitam menuntut :

1. Menuntut perusahaan stockpile batu bara di Bengkulu agar menyediakan Alat Pelindung Diri (APD) dan menerapkan standar keselamatan kesehatan kerja (K3) bagi pekerja.
2. Menuntut pemerintah menghentikan investasi energi kotor dan mengembangkan potensi energi bersih.
3. Menolak proyek PLTU batu bara di seluruh wilayah Bengkulu

Koordinator: Feni Oktavera (Staf kajian dan kampanye Kanopi Bengkulu)